Fraud eFishery, Mengapa Investor Besar Bisa Tertipu?
Kasus fraud yang melibatkan perusahaan unicorn eFishery menipu sejumlah investor venture capital besar.
Beberapa di antaranya adalah G42 dari Uni Emirat Arab, Temasek dari Singapura, SoftBank dari Jepang, Sequoia Capital India, dan Northstar Pacific dari Indonesia.
Lantas mengapa investor besar ini bisa terkecoh?
Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, menjelaskan banyak pelaku usaha yang memiliki dua laporan keuangan.
Laporan internal yang mencerminkan kondisi riil perusahaan, dan laporan eksternal yang disajikan untuk investor dan bank.
"Tujuannya adalah agar pemodal dan bank melihat potensi perusahaan dan memberikan suntikan dana," kata Huda saat dihubungi Kompas.tv, Kamis (23/1/2025).
Huda menambahkan, meskipun telah diaudit oleh auditor terpercaya, investor venture capital (VC) sering kali hanya mengandalkan laporan yang diaudit.
Auditor yang digunakan eFishery termasuk PricewaterhouseCoopers dan Grant Thornton, tapi kedua firma tersebut menolak berkomentar.
Sebelum eFishery, sudah ada beberapa kasus fraud besar lainnya di start-up Indonesia, seperti TaniFund, Investree, dan KoinP2P.
Huda menyebutkan, kasus-kasus ini akan menurunkan minat investor untuk mendanai start-up.
"Setelah eFishery menjadi unicorn, kenapa malah ada fraud di dalamnya? Ini akan membuat persepsi negatif di kalangan investor, yang berujung pada penurunan pendanaan," ujarnya.
Di sisi lain, start-up di Indonesia juga tengah mengalami pengetatan anggaran internal, salah satunya akibat lesunya daya beli masyarakat dan ekonomi yang melambat.
Hal ini membuat pemodal lebih tertarik pada perusahaan yang bisa meraih keuntungan cepat dan berkelanjutan.
"Setelah mendapatkan pendanaan, start-up harus bisa bertahan. Banyak start-up yang masih bergantung pada pendanaan untuk beroperasi. Mereka harus mencapai profit dan tidak hanya mengandalkan angel investor," ujar Huda.
Maraknya kasus fraud pada start-up, menurut Huda, akan mendorong investor untuk lebih memperhatikan tata kelola internal perusahaan.
Tata kelola ini kini menjadi kriteria utama dalam investasi berbasis ESG (Environmental, Social, and Governance).
"Investor sebelumnya cenderung lepas tangan setelah memberi dana. Namun, dengan banyaknya kasus fraud, mereka kini akan lebih peduli terhadap kondisi internal perusahaan," kata Huda.
Namun, Huda juga mengingatkan agar tujuan utama start-up tidak hilang dalam upaya menjaga kinerja keuangan.
"Harus ada keseimbangan antara mengelola keuangan dan tetap fokus pada penyelesaian masalah yang menjadi tujuan start-up," tuturnya.
Sebagai informasi, eFishery melaporkan pendapatan sebesar 752 juta dollar AS (Rp 12,18 triliun) dengan keuntungan 16 juta dollar AS (Rp 259 miliar) untuk sembilan bulan pertama 2024.
Namun, setelah ditelusuri, ternyata perusahaan yang memproduksi mesin pemberi pakan ikan dan udang otomatis ini justru merugi.
Kinerja keuangan eFishery yang sebenarnya adalah pendapatan 157 juta dollar AS (Rp 2,54 triliun) dan kerugian 35,4 juta dollar AS (Rp 573,48 miliar).
Tag: #fraud #efishery #mengapa #investor #besar #bisa #tertipu