Rencana Pembongkaran Pagar Laut di Tangerang, Ini Pihak yang Terlibat
JAKARTA, KOMPAS.com – Pagar bambu sepanjang 30,16 kilometer yang berada di kawasan perairan Kabupaten Tangerang, Banten, akan dibongkar secara bersama-sama pada Rabu (22/1/2025) besok.
Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Sakti Wahyu Trenggono mengungkapkan rencana ini setelah melaporkan kasus tersebut kepada Presiden Prabowo Subianto dalam rapat di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (20/1/2025).
Alasan Pembongkaran Pagar Laut
Trenggono menegaskan bahwa pembongkaran pagar laut dilakukan oleh berbagai pihak untuk memastikan proses hukum berjalan sesuai aturan. Hingga saat ini, tidak ada pihak yang mengakui pemasangan pagar tersebut.
“Rabu sama-sama (pagar laut akan dibongkar),” ujarnya melalui kanal YouTube Sekretariat Presiden.
Pembongkaran bersama ini melibatkan sejumlah pihak, termasuk Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), TNI Angkatan Laut (TNI AL), Badan Keamanan Laut (Bakamla), Badan Pemeliharaan Keamanan (Baharkam), dan Persatuan nelayan pantura.
Langkah ini dilakukan untuk menghindari potensi gugatan hukum di kemudian hari. “Jika hanya KKP yang membongkar, ada risiko digugat oleh pihak yang mungkin tiba-tiba mengaku,” tambah Trenggono.
Status Hukum dan Kepemilikan Pagar Laut
Area pagar laut di Kabupaten Tangerang memiliki sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB). Menteri ATR/BPN Nusron Wahid mengatakan, dari 263 HGB di area pagar laut Tangerang, 234 bidang di antaranya milik PT Intan Agung Makmur.
Kemudian, 20 bidang HGB atas nama PT Cahaya Inti Sentosa dan sembilan bidang atas nama perseorangan.
“Selain itu, ditemukan juga 17 bidang sertifikat hak milik di kawasan tersebut,” kata Nusron dalam keterangan tertulis, dikutip Selasa (21/1/2025).
Nusron mengatakan, Kementerian ATR/BPN telah mengutus Dirjen Survei dan Pemetaan Pertanahan dan Ruang (SPPR) untuk berkoordinasi dengan Badan Informasi Geospasial (BIG) terkait garis pantai kawasan Desa Kohod tersebut.
“Langkah ini bertujuan untuk memastikan apakah bidang-bidang tanah tersebut berada di dalam atau di luar garis pantai,” kata Nusron.
Apabila sertifikat yang telah terbit terbukti berada di luar garis pantai, Kementerian ATR/BPN akan melakukan evaluasi dan peninjauan ulang.
“Jika ditemukan cacat material, cacat prosedural, atau cacat hukum, sesuai dengan PP (Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021), maka sertifikat tersebut dapat dibatalkan tanpa harus melalui proses pengadilan, selama usianya belum mencapai lima tahun," ujar Nusron.
Dugaan Reklamasi Alami
Menteri Trenggono menjelaskan bahwa pagar bambu tersebut diduga digunakan untuk menahan sedimentasi pasir akibat ombak, yang berpotensi membentuk daratan baru secara alami. Proses ini disebut reklamasi alami, dengan potensi menciptakan daratan hingga 30.000 hektar.
“Pemasangan ini ilegal karena di dasar laut tidak boleh ada sertifikat,” tegas Trenggono.
Ia menambahkan bahwa pengelolaan kawasan laut memerlukan izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL).
Langkah Awal dan Arahan Presiden
Pada 9 Januari 2025, KKP menyegel area tersebut berdasarkan instruksi Presiden Prabowo Subianto. Kemudian, pada 18 Januari 2025, TNI AL mulai membongkar pagar sepanjang dua kilometer.
Presiden Prabowo juga meminta agar kasus ini diselidiki hingga tuntas. Jika ditemukan pelanggaran hukum, kawasan tersebut harus dikembalikan kepada negara.
"Tadi arahan Bapak Presiden, selidiki sampai tuntas secara hukum. Supaya kita harus benar koridor hukumnya. Apabila tidak ada, itu harus menjadi milik negara," kata dia. (Dian Erika Nugraheny, Yohana Artha Uly, Nirmala Maulana Achmad, Erlangga Djumena, Aprillia Ika)
Tag: #rencana #pembongkaran #pagar #laut #tangerang #pihak #yang #terlibat