Maju Mundur KKP Soal Pembongkaran Pagar Laut di Tangerang
Kondisi pagar laut di sebrang Pulau C, Jakarta Utara. Kamis (16/1/2025).(KOMPAS.com/ SHINTA DWI AYU)
10:44
21 Januari 2025

Maju Mundur KKP Soal Pembongkaran Pagar Laut di Tangerang

Keberadaan pagar laut di Kabupaten Tangerang sepanjang 30,16 kilometer (km) menyita perhatian publik. Pagar ini dikeluhkan nelayan lantaran mengganggu aktivitas mereka.

Menariknya, proses pembangunan pagar tersebut sudah dimulai sejak Juli 2024, tetapi baru menyita perhatian luas setelah viral di media sosial pada Januari 2025.

Usai ramai jadi sorotan publik, penyelidikan pun dilakukan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk mengetahui tujuan pemasangan, termasuk soal kepemilikannya.

Meski begitu, KKP menyebut belum ada pihak manapun yang mengaku kepada KKP terkait kepemilikan pagar laut di Tangerang tersebut.

"Sampai sekarang pemiliknya belum ada yang datang, kita enggak tahu buat apa. Jadi kita menerka-nerka saja. Yang ada kan di media semua nih omongannya. Sampai sekarang belum ada yang mau datang ngaku sebagai pemilik," ujar Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Doni Ismanto di Kantor KKP, Jakarta, Selasa (14/1/2025).

Meski begitu, KKP menindak temuan pagar laut tersebut dengan melakukan penyegelan sejak 9 Januari 2025 atas instruksi Presiden Prabowo Subianto.

KKP pun memberikan waktu maksimal selama 20 hari sejak penyegelan untuk pemilik pagar mencabut sendiri pagar laut itu.

Jika tidak kunjung dicabut hingga batas waktu yang ditentukan, maka tak menutup kemungkinan untuk dilakukan pembongkaran oleh KKP.

Namun, pada 18 Januari 2025, pasukan gabungan TNI Angkatan Laut (TNI AL) sudah mulai membongkar pagar laut sekitar 2 km.

Pencabutan oleh TNI AL itu pun sempat direspons Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono dengan meminta TNI AL menghentikan sementara operasi pencabutan pagar tersebut karena masih dalam proses investigasi oleh KKP.

Ia menilai, tak seharusnya agar bambu yang membentang sepanjang 30,16 kilometer tersebut dicabut, karena itu merupakan barang bukti dalam penyelidikan kasus ini.

"Pagar yang sudah dicabut juga dikhawatirkan dapat terbawa arus dan menimbulkan dampak lainnya jika tidak dikelola dengan baik. Menurut kami, barang bukti yang dalam penyelidikan ya jangan dibongkar. Karena nanti ada arus dan sebagainya kan nanti terdampak," ujarnya kepada wartawan di Jimbaran, Kabupaten Badung, Bali, Minggu (19/1/2025).

Trenggono menegaskan, pagar laut tidak seharusnya dibongkar sebelum pihaknya berhasil mengungkap dalang di balik pemasangan pagar misterius tersebut. "Kalau pencabutan kan tunggu dulu dong, kalau sudah ketahuan siapa yang nanam. Kalau nyabut kan gampang. Kalau sudah terdeteksi, terbukti, sudah diproses hukum, baru jelas (dibongkar)," tambahnya.

Kendati begitu, Trenggono membantah bahwa sempat terjadi silang pendapat dengan TNI AL. Menurut dia, dirinya hanya meminta pihak TNI AL untuk menunda pembongkaran, karena kementeriannya harus mengumpulkan bukti terlebih dahulu.

Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Sakti Wahyu Trenggono usai menemui Presiden Prabowo Subianto di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (20/1/2025). KOMPAS.com/FIKA NURUL ULYA Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Sakti Wahyu Trenggono usai menemui Presiden Prabowo Subianto di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (20/1/2025). Trenggono pun sudah melakukan pertemuan dengan Kepala Staf TNI AL Laksamana Muhammad Ali, dan menghadap Presiden Prabowo Subianto pada Senin (20/1/2025) kemarin terkait penanganan pagar laut tersebut.

"Jadi sudah akhirnya tadi sepakat, jadi bukan silang pendapat," kata Trenggono usai bertemu dengan Presiden Prabowo di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (20/1/2025).

Menurutnya, saat ini KKP bersama pihak TNI AL sudah sepakat untuk melakukan pembongkaran pagar laut di Tangerang pada pekan ini, atau tepatnya pada Rabu, 22 Januari 2025.

Pembongkaran juga bakal dilakukan bersama Badan Keamanan Laut (Bakamla), Badan Pemeliharaan Keamanan (Baharkam) Polri, hingga Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai (KPLP).

"Jadi saya sampaikan kepada KSAL, saya harus ada bukti dulu, Pak, sabar ya. Kita kasih batas waktu sampai dengan hari Rabu. (Dia bilang), Oke setuju, maka nanti secara bersama-sama hari Rabu dengan berbagai macam (kita melakukan pembongkaran)," ucap Trenggono.

Menurut dia, kesepakatan ini juga menjadi bagian dari satu persetujuan hukum, satu pihak saja. Sebab, dikhawatirkan ada yang menggugat jika pencabutan dilakukan oleh satu pihak saja.

"In case kalau terjadi apa-apa, ada kesepakatan bersama antara KKP yang memang mengelola di bidang kelautan, lalu kemudian TNI AL karena di situ memang ada desa binaan yang menjadi keluhan dari masyarakat nelayan, masyarakat nelayan juga menjadi bagian dari binaannya KKP," jelasnya.

Di sisi lain, Trenggono menyebut pemasangan pagar laut yang ada di Kabupaten Tangerang diduga merupakan proyek reklamasi alami. Pemagaran laut diduga dilakukan untuk menahan pasir sedimentasi yang dibawa oleh ombak laut.

Seiring berjalannya waktu, pasir itu akan semakin menumpuk dan membentuk daratan.

"Tujuannya adalah agar tanahnya itu nanti naik. Semakin lama semakin naik. Jadi kalau ada ombak datang, begitu ombak surut, dia ketahan, sedimentasinya ketahan. Boleh dibilang seperti reklamasi yang alami," jelasnya di Istana Negara usai bertemu Prabowo.

Menurutnya, reklamasi alami itu dapat membentuk daratan yang cukup luas, bahkan diprediksi bisa mencapai ribuan hektar.

"Jadi nanti kalau terjadi seperti itu akan terjadi daratan dan jumlahnya itu sangat besar. Tadi saya laporkan kepada Bapak Presiden, dari 30 hektar itu kira-kira sekitar 30.000-an hektar kejadiannya. Kan itu sangat besar," ucap Trenggono.

Dia pun memastikan, pemasangan pagar laut di Tangerang tersebut merupakan tindakan ilegal, alias tak berizin.

Mengacu pada keterangan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid, disebutkan bahwa sudah ada Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) pada kawasan dipasangnya pagar laut tersebut.

Namun, Trenggono menegaskan bahwa di dasar laut tidak boleh ada sertifikat hak guna maupun kepemilikan.

Menurutnya, pengelolaan kawasan laut harus memiliki izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL).

"Tadi saya mendapatkan press conference juga dari Menteri ATR/BPN bahwa sudah ada sertifikat yang ada di dalam laut. Saya perlu sampaikan, kalau di dasar laut itu tidak boleh ada sertifikat. Jadi itu sudah jelas ilegal juga," kata dia.

Sebelumnya, Menteri ATR/BPN Nusron Wahid mengonfirmasi bahwa area pagar laut di Tangerang, Banten, memiliki sertifikat HGB dan SHM.

Hal ini merespons penelusuran warganet di aplikasi BHUMI ATR/BPN yang menemukan bahwa kawasan sekitar pagar laut Tangerang ternyata bersertifikat HGB.

"Kami mengakui atau kami membenarkan ada sertifikat yang berseliweran di kawasan pagar laut sebagaimana yang muncul di banyak sosmed (media sosial)," kata Nusron, dikutip dari siaran langsung Kompas TV, Senin (20/1/2025).

Menurut dia, sertifikat HGB itu berjumlah 263 bidang. Selain HGB, terdapat pula SHM sebanyak 17 bidang.

Adapun sertifikat HGB berjumlah 263 bidang itu merupakan milik beberapa perusahaan, yaitu PT IAM sebanyak 234 bidang, PT CIS sebanyak 20 bidang, serta perorangan sebanyak 9 bidang.

Namun, Nusron tidak menyebutkan siapa pemilik masing-masing perusahaan di atas.

"Kalau saudara-saudara ingin tanya siapa pemilik PT tersebut, silakan cek ke Administrasi Hukum Umum (AHU), untuk mengecek di dalam aktanya," ujarnya.

Editor: Yohana Artha Uly

Tag:  #maju #mundur #soal #pembongkaran #pagar #laut #tangerang

KOMENTAR