100 Hari Prabowo-Gibran: Polemik PPN 12 Persen dan Kejutan Kebijakan Barang Mewah
- Setelah resmi dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI pada 21 Oktober 2024, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka memulai perjalanan mereka dengan sejumlah kebijakan strategis.
Salah satunya yang sempat menimbulkan perdebatan dan pro-kontra adalah penerapan kebijakan Pajak Pertambahan Nilai atau PPN 12 persen. Kebijakan ini turut mewarnai 100 hari Prabowo-Gibran.
Jika dirunut ke belakang, rencana kenaikan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025 mulai ramai dibicarakan pada Kuartal IV 2024.
Hal ini setelah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan kepada Komisi XI DPR RI bahwa rencana kenaikan PPN akan tetap dilaksanakan sesuai amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Dalam Pasal 7 UU HPP disebutkan, tarif PPN 12 persen berlaku paling lambat mulai 1 Januari 2025. Itu artinya, tarif PPN yang semula 11 persen, naik 1 persen menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025.
"Jadi kami di sini sudah dibahas dengan Bapak Ibu sekalian (Komisi XI), sudah ada UU-nya, kita perlu siapkan agar itu bisa dijalankan," ujarnya saat Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI di Jakarta, Rabu (12/11/2024).
Kala itu, Bendahara Negara tersebut menekankan agar penerapan kenaikan tarif PPN ini dibarengi dengan memberikan penjelasan kepada masyarakat supaya masyarakat memahami alasan tarif PPN dinaikkan.
Namun, setelah pernyataan tersebut, banyak pihak menyatakan protes akan rencana pemerintah menaikkan tarif PPN menjadi 12 persen.
Pasalnya, daya beli masyarakat Indonesia tengah mengalami perlambatan, sehingga dikhawatirkan kenaikan tarif pajak justru akan memperparah kondisi ini.
PPN 12 Persen hanya untuk Barang Mewah
Di tengah aksi protes dari berbagai pihak, pemerintah berupaya meredam kemarahan itu dengan menyebut tarif PPN 12 persen hanya berlaku pada barang dan jasa mewah.
Presiden Prabowo Subianto yang mengatakan, kenaikan PPN menjadi 12 persen akan diterapkan secara selektif, yakni akan menyasar barang-barang mewah. Presiden juga menegaskan masyarakat tetap dilindungi dari kenaikan PPN.
"Kan sudah diberi penjelasan, kan sudah diberi penjelasan, PPN adalah undang-undang," ujar Prabowo di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (6/12/2024) dilansir siaran YouTube Sekretariat Presiden.
"Ya kita akan laksanakan tapi selektif. Hanya untuk barang mewah. Untuk rakyat yang lain kita tetap lindungi," tegasnya.
Alih-alih meredakan amarah masyarakat dan berbagai pihak lainnya, pernyataan tersebut justru menimbulkan pertanyaan baru, apa kriteria barang dan jasa mewah yang dikenakan PPN?
Pasalnya dalam UU HPP, tarif PPN hanya berlaku satu tarif untuk seluruh jenis barang, kecuali sejumlah barang dan jasa pokok yang dikecualikan.
Pemerintah Berubah Pikiran...
Meski menuai banyak penolakan dari berbagai pihak, pemerintah tetap berpegang teguh pada rencana pengenaan tarif PPN 12 persen mulai 1 Januari 2025.
Pada 16 Desember 2024, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dan sejumlah menteri lainnya dalam Kabinet Merah Putih mengumumkan tarif PPN 12 persen tetap berlaku mulai 1 Januari 2025 untuk seluruh jenis barang dan jasa.
"Sesuai dengan amanat UU HPP, ini sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan, tarif PPN tahun depan akan naik menjadi 12 persen per Januari," ujar Menko Airlangga dalam konferensi pers.
Pada kesempatan yang sama, pemerintah juga memperluas pengenaan tarif PPN 12 persen kepada barang dan jasa mewah. Padahal sebelumnya kelompok barang dan jasa ini termasuk dalam kelompok yang dibebaskan dari pungutan PPN.
Sri Mulyani mencontohkan, barang mewah dapat berupa bahan makanan premium, jasa pendidikan internasional, maupun jasa kesehatan VIP.
"Barang-barang yang memang dikategorikan sebagai mewah premium dan dikonsumsi, terutama untuk kelompok yang paling mampu, akan dikenakan PPN 12," ucap Sri Mulyani.
Beberapa contohnya seperti beras premium, buah-buahan premium, daging premium seperti wagyu dan daging kobe, ikan mahal seperti salmon premium dan tuna premium, udang dan crustacea premium seperti king crab, jasa pendidikan premium, jasa pelayanan kesehatan medis premium, dan tagihan listrik pelanggan rumah tangga 3.500 hingga 6.600 volt ampere (VA).
Pemerintah Berubah Pikiran Lagi di Detik Terakhir
Pada 31 Desember 2024 jelang penerapan PPN 12 persen, pemerintah tiba-tiba mengadakan konferensi pers untuk mengumumkan tarif PPN 12 persen hanya berlaku untuk barang dan jasa mewah yang selama ini dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM).
"Kenaikan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen hanya dikenakan terhadap barang dan jasa mewah. Yaitu, barang dan jasa tertentu yang selama ini sudah terkena PPN barang mewah, yang dikonsumsi oleh golongan masyarakat berada, masyarakat mampu," ujar Prabowo saat konferensi pers di Gedung Kemenkeu, Selasa (31/12/2024).
Adapun barang dan jasa mewah yang dikenakan tarif PPN 12 persen sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 42 Tahun 2022 dan PMK Nomor 15 Tahun 2023.
Di antaranya seperti pesawat jet pribadi, yahct, kapal pesiar, rumah mewah dengan harga jual Rp 30 miliar lebih, balon udara, helikopter, hingga kendaraan motor yang terkena PPnBM.
"Artinya, untuk barang dan jasa yang selain tergolong barang-barang mewah, tidak ada kenaikan PPN, yakni tetap sebesar yang berlaku sekarang," tegasnya.
Keputusan ini lalu diresmikan dalam PMK Nomor 131 Tahun 2024. Dalam aturan tersebut, sebenarnya tarif PPN tetap naik jadi 12 persen mulai 1 Januari 2025 untuk barang dan jasa mewah maupun non-mewah.
Namun untuk barang dan jasa non-mewah dikenakan rumusan Dasar Pengenaan Pajak atau DPP Nilai Lain sebesar 11/12 dari nilai impor, harga jual, atau penggantian.
Sehingga meski tarif PPN barang dan jasa non-mewah tetap naik 12 persen, namun tarif efektifnya tidak berubah alias tetap 11 persen.
"Kita enggak mengenal multitarif, maka tarifnya itu sesuai undang-undang tetap 12 persen. Tetapi dengan dikasih konstanta 11 per 12, maka hasilnya nanti akan sejumlah 11 persen," jelas Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan Deni Surjantoro kepada Kompas.com, Rabu (1/1/2025).
Tanggapan Pengamat
Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, keputusan PPN 12 persen hanya untuk barang mewah akan berdampak lebih positif ke perekonomian dan daya beli masyarakat.
"Soal pembatalan PPN 12 persen untuk barang jasa lain, pemerintah akhirnya kan menimbang juga efek daya beli masyarakat menengah kebawah, dan UMKM," ujarnya kepada Kompas.com.
Namun dia berharap pemerintah bisa lebih tegas dalam membuat kebijakan karena harga barang sudah ada yang terlanjur naik akibat ketidakjelasan kebijakan tarif PPN.
"Harga barang terlanjur naik apalagi momen Nataru kan inflasi awal tahun terlanjur tinggi ya. Pemerintah ke depannya diminta lebih tegas untuk buat aturan jadi masyarakat dan pelaku usaha tidak di-pingpong," ucapnya.
Di sisi lain, Head of Tax and Transfer Pricing Grant Thornton Indonesia Tommy David mengatakan, kebijakan ini tidak memberikan dampak signifikan bagi konsumen pada umumnya.
Namun, bagi penjual atau pelaku usaha, penyesuaian administrasi dalam proses pembuatan faktur pajak menjadi tantangan utama.
Untuk menyesuaikan dengan regulasi baru, pelaku usaha perlu memahami teknis implementasi PMK Nomor 131 Tahun 2024 dan PER-1/PJ/2024, yang memberikan petunjuk pembuatan faktur pajak dalam rangka pelaksanaan kebijakan ini.
Selain itu, pelaku usaha juga perlu melakukan penyesuaian di dalam administrasi Wajib Pajak, termasuk untuk segera melakukan penyesuaian yang diperlukan dalam sistem administrasi mereka guna memastikan kepatuhan terhadap peraturan terbaru.
Penyesuaian dapat berupa pembaruan sistem invoicing sehingga sesuai dengan metode perhitungan baru atas penentuan dasar pengenaan pajak.
Pelaku usaha juga perlu memperhatikan kategori barang atau jasa yang dikenakan tarif PPN 12 persen, seperti barang mewah, untuk memastikan tidak terjadi kekeliruan dalam penentuan dalam pengisian faktur pajak.
"Kebijakan ini menuntut pelaku usaha untuk lebih adaptif dalam mengelola administrasi pajaknya," ungkapnya dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Jumat (17/1/2025).
Kendati demikian, keputusan Presiden Prabowo Subianto menerapkan tarif PPN 12 persen hanya ke barang mewah, berkontribusi besar terhadap angka kepuasan publik atas kinerja 100 hari pemerintahan Prabowo-Gibran.
Hal tersebut diungkapkan Manajer Riset Litbang Kompas Ignatius Kristanto dalam Obrolan Newsroom Kompas.com yang tayang, Senin (20/1/2025).
"Sebelumnya kan masyarakat heboh, marah, dan protes. Ujung-ujungnya (PPN 12 persen) dibatalkan (untuk diterapkan ke seluruh barang dan jasa) dan hanya berlaku untuk barang premium," ujar Kristanto.
Tak hanya itu, Prabowo dinilai lebih banyak mengeluarkan kebijakan populis lainnya pada 100 hari pemerintahannya. Mulai dari penggelontoran bantuan sosial November 2024 lalu, penyelenggaraan makan bergizi gratis, hingga janji peningkatan tunjangan guru.
Berdasarkan survei Litbang Kompas, tingkat kepuasan publik terhadap kinerja 100 hari pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka diketahui mencapai 80,9 persen. Sementara, sebanyak 19,1 responden menyatakan tidak puas terhadap kerja pemerintah Prabowo-Gibran.
Tag: #hari #prabowo #gibran #polemik #persen #kejutan #kebijakan #barang #mewah