Asosiasi Klaim Spa Bukan Industri Hiburan, Tolak Pajak Sebesar 40-75 Persen
Para pelaku usaha spa. (Nurul Fitriana/JawaPos.com)
22:27
18 Januari 2024

Asosiasi Klaim Spa Bukan Industri Hiburan, Tolak Pajak Sebesar 40-75 Persen

    - Sejumlah pelaku usaha Spa, yang tergabung dalam Welness and Healthcare Enterpreneur Association (WHEA), Indonesia Welness Master Association (IWMA) dan Indonesia Welness SPA Professional Association (IWSPA) mengklaim usahanya tidak termasuk dalam kategori industri hiburan.   Atas hal ini, ketiga asosiasi tersebut menyatakan untuk menolak pajak hiburan sebesar 40-75 persen yang tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2002 tentang Hubungan Keuangan Antar Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).   "Kami menilai, jasa spa lebih tepat dikelompokkan berbeda dari kegiatan usaha hiburan atau rekreasi sebagaimana yang diatur di dalam UU Pariwisata. Apalagi, secara definisi spa memang bukan bagian dari aktivitas hiburan melainkan perawatan Kesehatan," kata Ketua Umum Indonesia Spa Wellness Association, Yulia Himawati dalam konferensi pers di Kawasan Gunawarman, Jakarta Selatan, Kamis (18/1).   Dia juga menjelaskan, spa juga merupakan bagian dari wellness sebagai payung besarnya. Itu sebabnya, lebih tepat disebut sebagai spa wellness, yang tujuannya mencakup kesehatan, promotion dan prevention.   Hal ini diperkuat dengan tercantumnya spa sebagai salah satu Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan yang diatur di dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 2 Tahun 2023.   Beleid ini mendefinisikan spa sebagai terapi dengan karakteristik tertentu yang kualitasnya dapat diperoleh dengan cara pengolahan maupun alami. Terkait ini, asosiasi juga meminta pemerintah perlu merevisi aturan tersebut, demi kelangsungan pelaku usaha di bidang spa.   "Kami mengimbau kepada pemerintah untuk segera meninjau kembali, ketentuan mengenai pengelompokan spa sebagai bisnis hiburan. Jika dibiarkan, kami khawatir akan menimbulkan ketidakpastian hukum dalam kegiatan usaha di Indonesia," jelasnya.   Pada kesempatan yang sama, Ketua Wellness Healthcare Entrepreneur Association (WHEA), Agnes Lorda Hutagalung menyampaikan bahwa industri spa atau wellness tourism seharusnya tidak dikenakan pajak. Pasalnya, kontribusi industri ini telah membantu mengurangi pengeluaran pemerintah di bidang kesehatan, khususnya BPJS Kesehatan.   "Pajak sebaiknya 0 persen, ada space UU nya untuk itu, kenapa 0 persen karena etna prana atau wellness tourism kegiatan promotion prevention, ini membantu pemerintah," kata Lorda.   Lebih lanjut, Lorda menjelaskan, selain membantu pemerintah di sektor kesehatan dan kebudayaan, Lourda menekankan bahwa industri spa saat ini telah membantu pemerintah dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat.   Dia menyebutkan, para terapis spa yang bekerja rata-rata merupakan lulusan di bawah Sekolah Menengah Atas (SMA). Sehingga, banyak dari mereka yang telah diikutsertakan dalam pelatihan khusus terapis hingga mendapatkan sertifikasi.   Meski begitu, berkat sertifikasi dan pelatihan yang diberikan oleh pelaku usaha kepada para terapisnya, tarif gaji mereka saat ini berkisar antara Rp 8 juta sampai dengan Rp 14 juta sebulan.   "Mudah-mudahan pemerintah malu kok bisa ada lembaga private sector didik anak orang 20 ribu seluruh Indonesia. Segitu kami mengangkat anak-anak yang cuma bisa disekolahin sampai SMP sama orang tuanya, tapi seberapa banyak yang bisa seperti itu," tandas Lorda.  

Editor: Estu Suryowati

Tag:  #asosiasi #klaim #bukan #industri #hiburan #tolak #pajak #sebesar #persen

KOMENTAR