Tingginya Kebutuhan Kredit Masyarakat Perlu Diimbangi Edukasi dan Sosialisasi yang Kuat
Brand Manager PT Pembiayaan Digital Indonesia (AdaKami) Jonathan Krissantosa, (AdaKami untuk JawaPos.com)
14:18
15 Februari 2024

Tingginya Kebutuhan Kredit Masyarakat Perlu Diimbangi Edukasi dan Sosialisasi yang Kuat

Penguatan edukasi dan sosialisasi terkait layanan dan tantangan di industri peer to peer (fintech) lending sangat mendesak di tengah tingginya kebutuhan masyarakat akan kredit non perbankan. Kebutuhan masyarakat akan penyaluran kredit dari lembaga pendanaan non perbankan, seperti peer to peer lending, terus bertumbuh.

Dalam hasil survei terbarunya yang dirilis pada Januari 2024, Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) membeberkan bahwa jumlah pengguna layanan pinjaman online mencapai 8,86 juta orang atau sekitar 5,4% dari total pengguna internet di Indonesia. Angka ini meningkat dari 2,7 juta orang atau 1,5% dari total pengguna internet di Indonesia pada masa survei tahun sebelumnya.

Kondisi ini turut menarik perhatian banyak pihak tidak bertanggung jawab. Sebagai akibatnya, beragam tindak kejahatan timbul. Salah satunya adalah penipuan oleh pihak tidak bertanggung jawab yang mengatasnamakan atau mencatut perusahaan peer to peer lending legal.

“Oleh karena itu, kita perlu terus membekali masyarakat dengan beragam pemahaman mengenai layanan dan fasilitas yang ada di industri peer to peer lending termasuk berbagai tantangan yang berpotensi merugikan dan cara menghadapinya,” ujar Brand Manager PT Pembiayaan Digital Indonesia (AdaKami) Jonathan Krissantosa, Senin (12/2/2024).

Salah satu edukasi yang penting adalah menyadarkan masyarakat akan adanya pihak-pihak tidak bertanggung jawab yang berupaya meniru dan mencatut nama perusahaan penyedia jasa peer to peer lending legal untuk mendapat keuntungan.

Tindakan ini biasanya dilakukan lewat beragam modus, mulai dari mencatut nama hingga membuat website, aplikasi, dan email yang semirip mungkin dengan yang dimiliki penyedia layanan peer to peer lending legal demi mengelabui masyarakat.

Untuk itu, penting bagi masyarakat agar berhati-hati saat akan mengajukan pinjaman dan hanya mengakses channel-channel resmi yang dimiliki perusahaan penyedia jasa peer to peer lending legal, baik website, email, nomor telepon dan saluran lain yang tersedia.

Agar tidak terkecoh, masyarakat bisa mengecek website para penyelenggara peer to peer lending yang ada pada laman website Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Di luar pencatutan, tak jarang, pelaku penipuan (fraud) juga dengan sengaja mengirimkan pesan pribadi kepada masyarakat untuk menawarkan pinjaman, baik dengan atau tanpa mencatut nama perusahaan peer to peer lending legal. Padahal, OJK selaku regulator telah menyampaikan dengan tegas bahwa penawaran pinjaman online melalui SMS maupun Whatsapp tidak diperbolehkan.

“Saat ini ada 101 penyedia jasa peer to peer lending legal dan berizin di Indonesia. Semuanya, termasuk AdaKami, taat dengan aturan yang telah ditetapkan oleh OJK. Jika sudah memahami bahwa penyedia layanan peer to peer lending legal tidak diperkenankan untuk menawarkan pinjaman lewat SMS maupun whatsapp, maka masyarakat yang mendapat pesan tawaran pinjaman online lewat pesan bisa lebih waspada dan mengantisipasi potensi jeratan pinjol ilegal atau pelaku penipuan,” tambahnya.

 

 


Lebih lanjut, hal lain yang perlu terus diperkuat adalah pemahaman masyarakat terkait perlindungan data pribadi. Data-data pribadi seperti foto KTP dan semua keterangan yang ada di dalamnya perlu dijaga dan tidak diberikan kepada pihak manapun yang tidak berwenang guna menghindari terjadinya penyalahgunaan. “Ada kasus di mana seseorang merasa tidak pernah mengajukan bahkan menggunakan pinjaman tetapi tahu-tahu memiliki tunggakan. Bukan hanya di industri peer to peer lending. Kasus serupa juga jamak di industri penyedia layanan keuangan lainnya, seperti pada penggunaan kartu kredit misalnya,” ujar Jonathan.

Menurutnya, tindakan-tindakan pelanggaran hukum seperti di atas masih akan menjadi tantangan besar bagi industri keuangan, khususnya industri peer to peer lending tahun ini. Hal ini terbukti dari masih banyaknya pelaporan masyarakat yang tanpa sadar telah masuk ke dalam jebakan pihak-pihak tidak bertanggung jawab kendati upaya untuk menekan kasus-kasus ini terus dilakukan.

Sebagai catatan, sejak 2017, Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PASTI) telah menutup sedikitnya 6.055 entitas pinjaman online illegal, termasuk pinjaman pribadi (pinpri) yang tidak berizin.

Disamping tantangan - tantangan eksternal yang ada di atas, pemahaman masyarkat terkait literasi dan manajemen keuangan juga perlu menjadi perhatian khusus. “Pinjaman merupakan fasilitas yang dihadirkan untuk memudahkan dan mempercepat pemenuhan kebutuhan masyarakat, khususnya yang mendesak. Perlu dipahami bahwa pemenuhan kebutuhan ini dibarengi dengan syarat dan kewajiban yang mengikat. Oleh karena itu, masyarakat harus bisa lebih bijak dalam menyikapi dan memanfaatkan kemudahan yang ada,” pungkasnya.

Editor: Mohamad Nur Asikin

Tag:  #tingginya #kebutuhan #kredit #masyarakat #perlu #diimbangi #edukasi #sosialisasi #yang #kuat

KOMENTAR