



Menakar Dampak Paket Stimulus Ekonomi Pemerintah
KETIKA Prabowo Subianto resmi menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia pada Oktober 2024, ekspektasi publik terhadap arah baru kebijakan ekonomi nasional meningkat signifikan.
Di tengah ketidakpastian global, perlambatan ekonomi dunia, serta tantangan struktural domestik yang tak kunjung usai, rakyat Indonesia menaruh harapan besar bahwa sang pemimpin baru mampu menawarkan solusi konkret dan progresif.
Salah satu janji utama dalam kampanye Prabowo adalah penerapan stimulus ekonomi besar-besaran untuk mendorong pertumbuhan inklusif, menciptakan lapangan kerja, dan mengurangi ketimpangan.
Stimulus ekonomi, sebagai instrumen kebijakan fiskal, bukanlah hal baru. Namun di bawah kepemimpinan baru, cara perancangannya, besaran anggarannya, serta target sektoralnya sangat menentukan keberhasilannya.
Artikel ini akan membahas secara komprehensif tentang arah, desain, dan pelaksanaan kebijakan stimulus ekonomi era Presiden Prabowo Subianto, khususnya pada pertengahan 2025, serta menganalisis dampaknya terhadap perekonomian nasional.
Sebelum stimulus diluncurkan, ekonomi Indonesia berada dalam posisi yang rapuh, tapi tidak sepenuhnya buruk.
Pada 2024, pertumbuhan ekonomi nasional tercatat sebesar 4,7 persen, lebih rendah dari tahun sebelumnya. Kemudian pada triwulan I-2025 ekonomi Indonesia mengalami pertumbuhan sebesar 4,87 persen (y-on-y).
Beberapa faktor disinyalir menjadi penyebab rendahnya pertumbuhan ekonomi. Pertama, pelemahan konsumsi rumah tangga, akibat tingginya harga barang pokok dan beban ekonomi pascapandemi.
Kedua, ketergantungan pada ekspor komoditas, yang sangat rentan terhadap fluktuasi harga global.
Ketiga, investasi yang stagnan, di tengah ketidakpastian iklim politik dan ekonomi pasca-Pemilu 2024.
Keempat, ketimpangan ekonomi antarwilayah, yang menyebabkan pertumbuhan lebih terpusat di Pulau Jawa.
Lebih lanjut, data BPS menunjukkan tingkat pengangguran terbuka sebesar 4,76 persen, sementara kemiskinan ekstrem belum turun secara signifikan. Dalam konteks ini, pemerintah perlu bertindak cepat dan tepat.
Pada awal Juni 2025, Presiden Prabowo mengumumkan peluncuran paket stimulus ekonomi sebesar Rp 24,44 triliun, yang dirancang untuk menjaga momentum pertumbuhan nasional dan meningkatkan daya beli masyarakat.
Stimulus ini mencakup lima program utama. Pertama, diskon transportasi umum yang terdiri atas diskon 30 persen tiket kereta api, diskon tiket angkutan laut sebesar 50 persen, dan fasilitas PPN ditanggung pemerintah untuk tiket pesawat sebesar 6 persen.
Anggaran yang disiapkan untuk memberikan diskon tersebut sebesar Rp 940 miliar.
Kedua, pemerintah juga akan memberikan diskon tarif tol sebesar 20 persen dengan target penerima 110 juta pengendara selama libur sekolah pada Juni hingga Juli 2025. Kebutuhan anggaran yang dialokasikan untuk insentif ini sebesar Rp 650 miliar.
Ketiga, pemerintah memberikan penebalan bantuan sosial melalui tambahan bantuan tunai Rp 200.000/bulan selama dua bulan dan bantuan pangan berupa besar sebesar 10 kg per bulan kepada 18,3 juta keluarga penerima manfaat (KPM) selama bulan Juni-Juli 2025. Total anggaran untuk penebalan bantuan sosial adalah sebesar Rp 11,93 triliun.
Keempat, pemerintah akan memberikan bantuan subsidi upah senilai Rp 300.000/bulan selama dua bulan bagi 17,3 juta pekerja bergaji di bawah Rp 3,5 juta.
Bantuan ini diberikan pula kepada 288.000 guru honorer pada Kemendikdasmen dan 277.000 guru Kemenag.
Bantuan subsidi upah akan disalurkan sekaligus pada Juni 2025, dengan anggaran yang berasal dari APBN sebesar Rp 10,72 triliun.
Kelima, pemerintah akan memperpanjang diskon iuran jaminan kecelakaan kerja (JKK) sebesar 50 persen bagi 2,7 juta pekerja di 6 subsektor industri padat karya selama 6 bulan. Anggaran berasal dari non-APBN sebesar Rp 200 miliar.
Paket stimulus ekonomi yang diberikan ini akan secara simultan dengan berbagai program prioritas pemerintah seperti program makan bergizi gratis, penguatan koperasi, pembangunan perumahan rakyat, dan rehabilitasi sekolah dan peningkatan fasilitas pendidikan.
Dalam jangka pendek, stimulus ini menunjukkan berbagai potensi positif. Pertama, stimulus ini akan mendorong peningkatan konsumsi rumah tangga yang selama ini menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi.
Kedua, stimulus ekonomi akan mendorong stabilisasi harga dan permintaan domestik, terutama dari kelompok rentan.
Ketiga, akan terjadi peningkatan mobilitas masyarakat, berkat subsidi transportasi yang mendorong pergerakan ekonomi regional.
Kementerian Keuangan memproyeksikan bahwa dengan stimulus ini, pertumbuhan ekonomi pada kuartal II 2025 dapat mencapai 5 persen.
Secara struktural, kebijakan ini memiliki potensi untuk mendorong beberapa aspek dalam ekonomi, seperti penurunan angka kemiskinan, terutama lewat penguatan bansos dan program MBG.
Selain itu, akan mendorong perbaikan kualitas SDM, melalui intervensi gizi dan bantuan kepada guru. Serta akan menguatkan sektor informal dan UMKM, yang diuntungkan oleh peningkatan permintaan.
Namun, sejumlah tantangan juga mengemuka seperti keterbatasan anggaran, mengingat pada saat bersamaan pemerintah memangkas belanja sebesar Rp 306,69 triliun.
Kemudian munculnya risiko ketidaktepatan sasaran, terutama dalam distribusi bansos dan subsidi. Serta ancaman inflasi, jika peningkatan konsumsi tidak diimbangi dengan kapasitas produksi.
Beberapa pengamat melontarkan kritik terhadap paket stimulus ekonomi pemerintah yang dinilai kurang menyentuh aspek fundamental. Stimulus ekonomi yang dihadirkan pemerintah hanya bersifat konsumtif.
Ke depan stimulus ekonomi dapat diarahkan kepada beberapa aspek fundamental seperti pemberian insentif pajak terhadap beberapa barang konsumtif rumah tangga, sehingga akan mampu meningkatkan daya beli.
Kemudian bantuan subsidi upah dapat diperluas pada kelas menengah. Hal ini merujuk pada kondisi banyaknya pemutusan hubungan kerja. Selain itu, bantuan subsidi upah ini dapat pula diperluas pada pekerja di sektor informal.
Stimulus ekonomi Presiden Prabowo pada Juni 2025 merupakan intervensi fiskal yang strategis dan terukur di tengah ancaman perlambatan ekonomi.
Dengan fokus pada kelompok masyarakat berpendapatan rendah dan sektor produktif, stimulus ini berpotensi memperkuat daya beli, memperluas kesempatan kerja, dan mempercepat pertumbuhan inklusif.
Namun, keberhasilan program ini sangat bergantung pada efektivitas implementasi di lapangan, ketepatan sasaran, serta kemampuan pemerintah menjaga keseimbangan fiskal.
Jika dijalankan dengan baik, stimulus ini bukan hanya solusi jangka pendek, tetapi juga fondasi bagi transformasi ekonomi Indonesia ke arah yang lebih adil dan berkelanjutan.