



OJK Cabut 7 Izin Pinjol, Modal Ekuitas Minimum Jadi Sorotan
Pengaturan terhadap industri finansial teknologi (fintech) terus diperkuat. Hingga saat ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mencabut izin usaha terhadap tujuh penyelenggara layanan pendanaan bersama berbasis teknologi informasi (LPBBTI) alias pinjaman daring (pindar) atau pinjaman online (pinjol). Pencabutan tersebut dilakukan karena adanya pengembalian izin usaha oleh penyelenggara maupun sebagai sanksi atas pelanggaran terhadap ketentuan yang berlaku.
"Sebagai bagian dari persiapan menuju akhir masa moratorium pemberian izin baru LPBBTI, OJK terus melakukan pendalaman terhadap kesiapan infrastruktur dan kondisi industri," ucap Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Agusman, Rabu (6/4).
Langkah ini, lanjut dia, bertujuan mendukung penguatan dan pengembangan industri pindar. Khususnya dalam mendorong pembiayaan ke sektor-sektor produktif. Serta memperkuat permodalan melalui peningkatan ekuitas dari penyelenggara eksisting.
Per April 2025, outstanding pembiayaan pindar tumbuh 29,01 persen secara tahunan senilai Rp 80,94 triliun. Meningkat dari 28,72 persen year-on-year (YoY) pada Maret 2025. Melihat tren positif tersebut, OJK melihat industri pindar masih on the track sesuai dengan arah Roadmap Pengembangan dan Penguatan LPBBTI 2023-2028.
Namun demikian, Agusman mengungkapkan, masih terdapat 15 dari 96 penyelenggara pindar yang belum memenuhi kewajiban ekuitas minimum sebesar Rp 7,5 miliar. Dari jumlah tersebut, 4 penyelenggara saat ini sedang dalam proses evaluasi permohonan peningkatan modal disetor. Hingga kini, belum terdapat penyelenggara yang mengembalikan izin usaha karena tidak memenuhi ketentuan ekuitas minimum maupun yang mengajukan izin merger atau akuisisi.
Terkait kewajiban pemenuhan ekuitas minimum sebesar Rp 12,5 miliar yang akan berlaku efektif pada 4 Juli 2025, OJK telah melakukan berbagai langkah pengawasan (supervisory actions). Antara lain, mengirimkan surat kepada seluruh penyelenggara pindar/pinjol agar segera memenuhi ketentuan ekuitas minimum dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan sebelum tenggat waktu tersebut. Kemudian, meminta penyampaian action plan dan timeline dari penyelenggara yang ekuitasnya masih di bawah batas minimum.
"Serta, melakukan pemantauan secara berkala terhadap pelaksanaan rencana aksi, termasuk proses injeksi modal dari pemegang saham maupun dukungan dari strategic investor lokal maupun asing yang kredibel," beber Agusman.
Terkait proses hukum di Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengenai dugaan kartel suku bunga di industri pindar, OJK menegaskan bahwa pengaturan batas maksimum manfaat ekonomi oleh Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) sebelum diterbitkannya SEOJK No.19/SEOJK.06/2023. Yang mana merupakan tindak lanjut atas arahan regulator saat itu.
Ketentuan ini ditegaskan dalam Surat OJK Nomor S-408/NB.213/2019 tertanggal 22 Juli 2019 perihal Pelaksanaan Rapat Pleno dan Komunikasi Transparansi Kinerja Pinjam Meminjam dan Organisasi pada Aplikasi, Laman Web, Sistem Elektronik, dan/atau Media Lain yang Dikelola Secara Resmi oleh Penyelenggara Fintech Lending.
"Penetapan batas manfaat ekonomi tersebut dimaksudkan untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat dari beban suku bunga yang tinggi serta untuk membedakan antara penyelenggara pinjaman online legal (pindar) dan yang ilegal (pinjol)," terangnya.
Agusman memastikan secara aktif mencermati dan menghormati jalannya proses hukum yang tengah dilakukan oleh KPPU. Di sisi lain, juga tetap menjalankan fungsi pengawasan dengan menegakkan kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku. Serta evaluasi berkala atas penetapan batas manfaat ekonomi Pindar. "Dengan demikian, diharapkan kepercayaan masyarakat terhadap Pindar dapat terjaga dengan baik," tandasnya. (han)
Tag: #cabut #izin #pinjol #modal #ekuitas #minimum #jadi #sorotan