



Banyak Emiten Baru Lesu Setelah IPO, BEI Diminta Lebih Ketat
Bursa Efek Indonesia (BEI) diminta lebih ketat dalam menyeleksi calon emiten yang ingin melantai di bursa.
Perusahaan yang masuk bursa diharapkan tidak sekadar mengumpulkan dana publik, tetapi juga menjaga kinerja setelah IPO.
Direktur Pengembangan BEI, Jeffrey Hendrik, mengatakan evaluasi terhadap perusahaan yang telah melakukan initial public offering (IPO) terus dilakukan.
"Proses IPO ini kan melibatkan banyak pihak. Ada calon perusahaan tercatat, profesi penunjang, kami harapkan semua itu juga memperhatikan lebih cermat," ujar Jeffrey, Senin (24/2/2025).
BEI juga mengawasi pergerakan harga saham emiten.
"Ketika ditemukan ada indikasi pelanggaran, tentu akan ditindak," imbuhnya.
Banyak Emiten Lesu Setelah IPO
Pengamat Pasar Modal, Teguh Hidayat, menilai BEI belum optimal dalam menangani emiten yang mengalami perlambatan kinerja setelah IPO.
"Banyak sekali, ada puluhan bahkan ratusan perusahaan yang IPO, lalu kinerjanya turun, labanya anjlok, atau malah rugi. Itu masih mending. Ada juga yang seperti ditinggalkan begitu saja," kata Teguh kepada Kompas.com, Selasa (24/2/2025).
Ia menyoroti kasus PT Platinum Wahab Nusantara Tbk (TGUK) atau Teguk Indonesia. Perusahaan itu kini hanya memiliki empat karyawan tetap dan tampak tidak lagi menjalankan operasional.
"Sudah dapat duit IPO malah ditinggal," imbuhnya.
Teguh menilai ada kecenderungan perusahaan masuk bursa hanya untuk mengumpulkan dana investor.
"Cuma untuk dapat uang investor. Kalau bahasa netizen itu exit liquidity. Setelah itu perusahaan ditinggal. Bagaimana investor mau percaya kalau seperti ini?" ujar Teguh.
Menurutnya, kasus seperti ini semakin sering terjadi sejak pandemi Covid-19.
"Mungkin tidak semua. Tapi bagi investor, mending jangan beli saham IPO. Pilih perusahaan yang sudah listing sebelum pandemi," katanya.
Seleksi IPO Masih Longgar
Pengamat Pasar Modal, Lanjar Nafi, menilai BEI sebenarnya sudah memiliki mekanisme seleksi bagi perusahaan yang ingin IPO.
"Sebetulnya saya melihat BEI sudah punya mekanisme seleksi seperti persyaratan keuangan, tata kelola, dan prospek bisnis," kata Lanjar, Jumat (21/2/2025).
Namun, kasus TGUK menunjukkan masih ada celah yang memungkinkan perusahaan dengan fundamental lemah lolos ke bursa.
"Jadi, uji kelayakan terhadap calon emiten harus diperketat, terutama dalam aspek operasional dan transparansi," imbuhnya.
Lanjar menyarankan BEI menerapkan due diligence lebih ketat untuk memastikan calon emiten memiliki bisnis yang layak dan berkelanjutan.
"Pastikan kapasitas operasional mereka memadai. Cek nilai aset, jumlah tenaga kerja, dan rekam jejak bisnis sebelum IPO," ujarnya.
Kasus TGUK Jadi Sorotan
PT Platinum Wahab Nusantara Tbk atau Teguk Indonesia (TGUK) mencatatkan saham di Bursa Efek Indonesia pada Senin (10/7/2023).
Saat IPO, sahamnya oversubscribed hingga 159,91 kali. Pada hari pertama perdagangan, harga saham TGUK naik 34,5 persen ke Rp 148 per saham.
Namun, kinerja perusahaan justru melemah. Direktur Utama Teguk Indonesia, Maulana Hakim, melaporkan bahwa perusahaannya kini hanya memiliki empat karyawan tetap.
"Disampaikan bahwa jumlah karyawan tetap perseroan adalah 4 orang," ujar Maulana dalam keterbukaan informasi BEI, Senin (10/2/2025).
Jumlah itu terdiri dari manajer rantai pasok, manajer IT, manajer F&B, dan asisten manajer pengembangan bisnis. Sisanya adalah karyawan kontrak.
Teguk Indonesia mencatatkan pendapatan Rp 69 miliar per 30 September 2024. Angka itu turun Rp 30 miliar atau 30 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Tag: #banyak #emiten #baru #lesu #setelah #diminta #lebih #ketat