Respons Pertamina  Setelah 4 Bos Subholdingnya Jadi Tersangka Korupsi
Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan (tengah) berjalan memasuki mobil tahanan usai ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018â??2023 di Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (25/2/2025). (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/nym)
08:52
25 Februari 2025

Respons Pertamina Setelah 4 Bos Subholdingnya Jadi Tersangka Korupsi

PT Pertamina (Persero) menanggapi dugaan kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang yang melibatkan subholding serta Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018-2023.

Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan 4 anggota direksi anak usaha Pertamina sebagai tersangka.

Kerugian negara akibat kasus ini diperkirakan mencapai Rp 193,7 triliun.

Vice President Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso menyatakan, perusahaan menghormati langkah Kejagung dalam menjalankan proses hukum.

"Pertamina siap bekerja sama dengan aparat berwenang dan berharap proses hukum berjalan lancar dengan tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah," ujar Fadjar dalam keterangannya, Selasa (25/2/2025).

Pertamina, kata Fadjar, menjalankan bisnis dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas sesuai tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance/GCG) serta peraturan yang berlaku.

Kejagung menetapkan 7 tersangka dalam kasus ini. Empat di antaranya adalah direksi anak usaha Pertamina, yaitu:

-Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan (RS)
-Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, Yoki Firnandi (YF)
-Direktur Feedstock and Product Optimalization PT Kilang Pertamina Internasional, Sani Dinar Saifuddin (SDS)
-VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, Agus Purwono (AP)

Tiga broker yang menjadi tersangka adalah:

-MKAR, beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa
-DW, Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan Komisaris PT Jenggala Maritim
-GRJ, Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak

Peran Tersangka

Kejagung mengungkap modus operandi kasus ini. Pertamina Patra Niaga diduga membeli Pertalite lalu mencampurnya (blending) menjadi Pertamax. Namun, saat pembelian, Pertalite tersebut dibeli dengan harga Pertamax.

RS, SDS, dan AP diduga memenangkan DMUT, broker minyak mentah dan produk kilang, dengan cara melawan hukum.

Tersangka DM dan GRJ berkomunikasi dengan AP untuk mendapatkan harga tinggi (spot) sebelum syarat terpenuhi. SDS kemudian menyetujui impor produk kilang tersebut.

 

Dalam pengadaan produk kilang oleh Pertamina Patra Niaga, RS membeli Pertamax (Ron 92), tetapi yang diperoleh hanya Pertalite (Ron 90) atau lebih rendah. Pertalite itu kemudian dicampur di depo agar mencapai Ron 92, meski praktik ini dilarang.

Saat impor minyak mentah dan produk kilang dilakukan, ditemukan indikasi mark-up kontrak shipping.

YF diduga menetapkan fee 13-15 persen secara melawan hukum, sehingga MKAR mendapat keuntungan dari transaksi itu.

"Mayoritas kebutuhan minyak dalam negeri diperoleh dari impor secara melawan hukum. Akibatnya, komponen harga dasar yang digunakan untuk menentukan Harga Indeks Pasar (HIP) Bahan Bakar Minyak (BBM) menjadi mahal. Hal ini berdampak pada besaran kompensasi dan subsidi BBM yang harus ditanggung APBN setiap tahun," tulis Kejagung.

"Akibat berbagai perbuatan melawan hukum ini, negara mengalami kerugian sekitar Rp 193,7 triliun," tambah Kejagung.

Editor: Yohana Artha Uly

Tag:  #respons #pertamina #setelah #subholdingnya #jadi #tersangka #korupsi

KOMENTAR