



Selamat Datang Danantara: Kontroversi dan Harapan
JIKA tidak ada aral melintang, Senin (24/2/2025) pukul 10.00 WIB nanti, Presiden Prabowo Subianto akan meluncurkan Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara.
Peluncuran Danantara ini, disertai dengan berbagai kontroversi, meskipun juga membawa harapan bagi kemajuan Indonesia pada masa depan.
Kontroversi terkait Danantara yang disorot publik, disiarkan dan viral melalui media massa dan media sosial, merupakan bentuk kecintaan publik pada Indonesia, negara yang kita cintai ini.
Kontroversi yang ada di publik terkait Danantara merupakan bentuk kontrol publik kepada Pemerintah agar tidak mengambil kebijakan yang salah terkait pengelolaan uang dan aset negara dalam jumlah super jumbo yang nantinya akan dikelola oleh Danantara.
Kontroversi Danantara
Ada enam kontroversi yang menyertai peluncuran Danantara, yang beredar di publik dan viral di media massa dan media online.
Pertama, Danantara didirikan menggunakan dana dari hasil efisien anggaran negara. Presiden Prabowo menyampaikan hal ini pada HUT Gerindra ke-17 pada 15 Februari 2025.
Publik dibuat terkejut karena ternyata dana hasil efisiensi anggaran tidak hanya dipakai untuk mendanai Progran Makan Bergizi Gratis (MBG), tapi juga untuk mendanai Danantara.
Ini berarti bahwa Danantara didanai dengan pengorbanan rakyat berupa potensi penurunan kualitas pelayanan publik akibat efisiensi anggaran.
Hal ini berbeda dengan narasi yang beredar sebelumnya bahwa efisiensi anggaran digunakan untuk mendanai MBG.
Publik mempertanyakan kredibilitas pemerintah dalam mengambil kebijakan publik terkait hajat hidup orang banyak, yang terkesan berubah-ubah.
Publik khawatir, dengan buruknya proses pengambilan kebijakan publik oleh Pemerintah, akan berpengaruh buruk pada penentuan kebijakan dalam pengelolaan Danantara. Sekali lagi publik khawatir nasib Danantara akan seperti Jiwasraya.
Kedua, para mantan presiden akan dilibatkan dalam pengawasan Danantara. Ide ini disampaikan oleh Presiden Prabowo pada Perayaan HUT Gerindra ke-17 pada 15 Februari 2025.
Publik bereaksi sangat keras terhadap ide ini karena para mantan presiden kita tidak mempunyai keahlian dalam bidang keuangan dan hanya lebih menonjol dalam kemampuan berpolitiknya.
Jika ide ini diterapkan, maka publik khawatir Danantara malah akan menjadi ladang korupsi baru untuk pendanaan aktivitas partai politik terutama saat Pilpres dan Pileg.
Ketiga, para tokoh agama dilibatkan dalam pengawasan Danantara. Ide ini juga disampaikan Presiden Prabowo saat pidato pada acara HUT Gerindra.
Publik juga bereaksi negatif terhadap ide tokoh agama dilibatkan dalam pengawasan Danantara.
Tokoh agama, misalnya, dari NU atau Muhammadiyah, tentunya tidak memiliki keahlian dalam bidang investasi dan keuangan, dan biasanya mereka lebih banyak dalam mengurus masalah agama dan umat.
Jika hal ini terjadi, publik khawatir para tokoh agama tidak lagi menjadi penjaga etika dan moral dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga tidak bisa mengontrol Pemerintah ketika mengambil kebijakan yang merugikan rakyat.
Keempat, ketua tim pakar dan inisiator Danantara adalah Burhanuddin Abdullah, yang dalam rekam jejaknya pernah menjadi Deputi Bank Indonesia, dan pernah terjerat kasus korupsi aliran dana Bank Indonesia (Kompas.com, 18/2/2025).
Burhanuddin Abdullah telah divonis lima tahun penjara subsider enam bulan kurungan oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Rabu, 29 Oktober 2008.
Dengan rekam jejak ketua tim pakar dan inisiator Danantara yang pernah terlibat dalam kasus korupsi aliran dana BI, tentu publik khawatir pengelolaan Danantara ke depan tidak akan profesional dan rentan terjadi korupsi.
Kelima, besarnya jumlah dana dan aset yang dikelola oleh Danantara menyebabkan peluang terjadinya korupsi di Danantara sangat besar.
Danantara menguasai dan mengelola dana dan aset sebesar Rp 14.670 triliun atau sebesar 4 kali lipat nilai APBN 2025 yang sebesar Rp 3.621 trilun.
Sangat besarnya jumlah dana dan aset negara yang dikuasai dan dikelola oleh Danantara membuat publik khawatir akan terjadi skandal korupsi baru sebagaimana terjadi di Jiwasraya.
Keenam, Danantara tidak tersentuh KPK dan BPK. Sebagaimana diberitakan Kompas.com (18/2/2025), Danantara sudah mengadopsi ketentuan dalam UU BUMN yang baru, sehingga tidak "diproses" atau "diperiksa" oleh KPK dan BPK. Namun, kalau seandainya terjadi tindak pidana di dalamnya, tetap diproses hukum.
Danantara akan disupervisi oleh Dewan Pengawas Danantara. Selain itu, DPR juga masih akan berperan mengawasi Danantara.
Dengan tidak dilibatkannya KPK dan BPK dalam pengawasan Danantara, publik khawatir potensi terjadinya korupsi akan menjadi sangat besar.
Pengelolaan dana APBN yang hanya senilai Rp 3.621 triliun, diawasi oleh KPK dan BPK, masih rentan terjadi korupsi. Apalagi pengelolaan dana senilai Rp 16.670 triliun yang tidak diawasi oleh KPK dan BPK.
Sekali lagi publik sangat khawatir akan penyalahgunaan uang negara di Danantara ketika KPK dan BPK tidak dilibatkan dalam pengawasannya secara langsung.
Harapan terhadap Danantara
Munculnya kontroversi di publik terkait Danantara, juga diikuti dengan munculnya harapan publik terhadap Danantara. Sedikitnya ada lima harapan publik terhadap Danantara.
Pertama, publik berharap Danantara dapat mengoptimalkan pengelolaan hasil dividen dari berbagai BUMN dan mengoptimalkan pengelolaan aset-aset di tujuh BUMN terbesar (BRI, Bank Mandiri, BNI, Pertamina, Telkom, dan MIND ID).
Kedua, publik berharap Danantara akan masuk berinvestasi ke dalam proyek-proyek investasi berkelanjutan dan berdampak tinggi di berbagai sektor, antara lain energi terbarukan, manufaktur canggih, industri hilir, dan produksi pangan di Indonesia.
Meskipun proyek-proyek tersebut berdampak signifikan bagi rakyat Indonesia, tapi banyak perusahaan swasta menghindari investasi pada proyek-proyek tersebut karena membutuhkan dana investasi besar dan tingkat keuntungannya tidak bisa cepat dinikmati.
Oleh karena itu, Danantara bisa masuk dalam investasi pada proyek-proyek strategis tersebut.
Ketiga, publik juga tentu berharap Danantara akan dikelola secara profesional dengan menerapkan prinsip-prinsip good corporate governance, yakni prinsip transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi, dan fairness (kesetaraan).
Untuk itu, maka perlu dipilih orang-orang profesional yang mempunyai keahlian di bidang keuangan, investasi, dan auditing yang memiliki rekam jejak bagus untuk mengisi posisi di Dewan Pengawas dan Badan Pelaksana Danantara.
Keempat, publik juga tentu berharap pengawasan terhadap pengelolaan Danantara tetap melibatkan pihak eksternal, yakni KPK dan BPK karena Danantara mengelola aset negara dalam jumlah yang sangat besar, yakni Rp 14.670 triliun.
Pengelolaan dana yang sebesar itu, pasti sangat rentan pada terjadinya korupsi. Tanpa pengawasan ketat dari pihak eksternal KPK dan BPK, tentu peluang terjadinya korupsi di Danantara menjadi sangat tinggi.
Kelima, publik sangat berharap pengelolaan Danantara tidak diintervensi oleh politik, untuk menghindari agar Danantara tidak menjadi mesin uang bagi suatu partai politik maupun calon presiden dan calon wakil presiden dalam kontestasi Pemilu.
Dan akhirnya, publik tentu sangat berharap, nasib Danantara tidak seperti Jiwasraya yang harus berakhir karena skandal korupsi.