



Tips Menghadapi Fluktuatifnya Industri Kopi di Indonesia
Di tengah ketatnya persaingan industri coffee shop di Indonesia, dibutuhkan strategi untuk bertahan dan berkembang. Titik Koma, salah satu brand kopi yang berdiri sejak 2016 kini memiliki 47 cabang di 18 kota di Indonesia, berbagi pengalaman dalam menghadapi tantangan di industri ini.
Andrew Prasetya Goenardi, CEO dan salah satu pendiri Titik Koma, mengungkapkan bahwa kunci utama mempertahankan eksistensi adalah memiliki positioning yang jelas di tengah red ocean (persaingan sengit dan margin keuntungan yang semakin tipis) industri kopi di Indonesia.
Setiap usaha di industri tersebut perlu memahami di mana mereka ingin berada, apakah menyasar segmen premium, menengah, atau yang lebih terjangkau.
"Industri kopi itu kan sangat bervariasi, kita di bisnis yang red ocean. Dari yang harganya murah sampai mahal banget itu semua ada pasarnya. Cuma yang kita harus tahu, kita mau berada di mana," ujar Andrew ditulis Minggu (23/2/2025).
Salah satu strategi yang dilakukan Titik Koma adalah branding yang kuat untuk berada di top of mind pelanggan. Titik Koma berupaya menghadirkan pengalaman yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan, salah satunya dengan menciptakan suasana untuk bekerja, pertemuan bisnis, atau sekadar nongkrong.
Untuk itu, Titik Koma menyediakan tempat yang nyaman untuk bekerja dengan suasana tenang, hingga gerai dengan private meeting room berkapasitas kecil.
"Kami mencoba mengakomodir apa yang dibutuhkan pasar karena tiap daerah punya preferensi yang berbeda," jelas Andrew.
Titik Koma juga berfokus pada ketersediaan dan kualitas biji kopi yang tetap terjaga. Andrew tak mempermasalahkan jika bahan baku kopi yang memenuhi standar Titik Koma memiliki harga lebih tinggi, mengingat tujuannya adalah menyajikan kopi yang mereka sendiri pun bisa menikmatinya.
“Jadi faktor utamanya kualitas beans itu nomor satu. Jika beans-nya tidak berkualitas, rasanya pasti akan berpengaruh," jelas Andrew.
Belajar dari pengalaman, Titik Koma juga lebih selektif dalam menentukan produk yang dijual.
“Kami pernah mencoba menjual minuman yang sedang tren, tetapi pada akhirnya kami sadar, jika kami sendiri tidak bisa menikmatinya, maka itu bukan produk yang layak kami jual,” ucap Andrew.
Titik Koma juga menekankan pentingnya pengembangan barista. Dengan sistem pelatihan yang ketat, diharapkan dapat menciptakan barista yang terampil dan selalu berinovasi menyajikan kopi berkualitas.
“Menjadi barista itu neverending journey. Kami ingin memastikan barista kami punya dasar ilmu yang kuat dan punya keinginan untuk terus berkembang,” tambahnya.
Franchise: Opsi Bertahan di Tengah 'Red Ocean'
Bagi Andrew, menjalankan bisnis kopi bukan sekadar mengikuti tren, tetapi tentang membangun fondasi yang kuat.
“Kalau secara finansial tidak sehat, itu bukan bisnis, melainkan hobi,” ujarnya.
Ia menekankan bahwa ekspansi tidak dapat dilakukan begitu saja tanpa sistem manajemen yang solid, terutama dalam hal operasional, keuangan, dan sumber daya manusia. Menurutnya, tanpa tim yang kuat, proses scale-up akan menjadi tantangan besar.
Tantangan ini semakin terasa di industri kopi yang kini memasuki fase red ocean. Dalam kondisi seperti ini, banyak brand kopi mulai mencari cara untuk bertahan dan berkembang tanpa terbebani oleh tingginya model ekspansi.
Salah satu solusi yang banyak diadopsi adalah franchise, seperti yang dilakukan Titik Koma. Dengan model ini, sebuah brand dapat memperluas jangkauan modal yang lebih terdistribusi, sementara mitra franchisee mendapatkan keuntungan dari sistem yang sudah teruji.
Steve Hidayat, ketua umum Perkumpulan Profesional & Inovator Kopi Indonesia (PaPIKI), menyebut franchise sebagai pendorong utama pertumbuhan bisnis kopi.
“Di sektor hilir, angka rata-rata konsumsi kopi per orang Indonesia masih lebih rendah dibandingkan negara lain. Dengan sistem franchise, pertumbuhan bisnis kopi, terutama coffee shop, sangat terbantu dan berkembang pesat,” ujar Steve.
Namun, seiring dengan meningkatnya jumlah pemain di industri ini, Steve juga menekankan pentingnya inovasi dan diferensiasi untuk menghadapi persaingan yang semakin ketat. Misalnya, memperkenalkan proses penyangraian unik atau memiliki konsep bisnis yang berbeda, seperti memberdayakan tenaga kerja dari kelompok tertentu.
Strategi yang sama juga diungkapkan oleh Erwin Halim, pengamat waralaba dari Proverb Consulting. Menurutnya, untuk brand kopi lokal agar tetap relevan dan bertahan di tengah ketatnya persaingan, penting untuk fokus pada peningkatan brand awareness dan brand equity.
“Selain itu, bisnis juga perlu melakukan inovasi dari sisi nama produk, menyediakan layanan yang lebih cepat, dan harga yang lebih murah,” ucapnya.
Tag: #tips #menghadapi #fluktuatifnya #industri #kopi #indonesia