



Tepatkah Kebijakan WFA Jelang Mudik Lebaran 2025? Ini Respons Pengusaha
- Para pengusaha memberikan beberapa catatan kepada pemerintah mengenai rencana penerapan bekerja dari mana saja (Work From Anywhere/WFA) selama periode mudik Lebaran 2025.
Wakil Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia Apindo Darwoto mengatakan, pengusaha sepakat mengikuti kebijakan yang akan diterapkan pemerintah.
Dia menyebut, selama ini pengusaha sudah mengikuti Surat Keputusan Bersama (SKB) dari Kementerian terkait terkait libur nasional dan cuti bersama.
“Biasanya kita sudah mengatur jadwal-jadwal produksi, itu dikaitkan dengan supply chain di antara perusahaan-perusahaan vendor dengan perusahaan-perusahaan inti. Itu kita koordinasikan," kata Darwoto kepada media dikutip Kamis( 20/2/2025).
Dia mengaku tak masalah dengan usulan WFA. Namun, Apindo masih menunggu pembahasan resmi dengan Kementerian Ketenagakerjaan tentang kebijakan libur Lebaran dan cuti bersama 2025.
Sementara itu, Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani menilai kebijakan ini akan memberatkan dunia usaha jika diwajibkan.
Menurut Hariyadi, sejumlah sektor seperti kesehatan dan perhotelan harus tetap beroperasi selama periode liburan. Sektor manufaktur juga akan terdampak karena proses produksi terhambat. "Kalau dipaksakan, dunia usaha merugi. Kita kehilangan produktivitas," ujarnya.
Ia menambahkan, WFA sebaiknya hanya berupa imbauan, bukan regulasi yang memaksa seluruh pekerja untuk menerapkannya. Dengan imbauan, setiap pelaku usaha dapat menyesuaikan dengan kondisi masing-masing. "Imbauan boleh, tapi jangan jadi regulasi yang memaksa," tegasnya.
Hariyadi juga meragukan efektivitas WFA untuk mengurangi kemacetan. Menurutnya, lonjakan mobilitas saat libur panjang sudah menjadi hal yang wajar dan sulit dihindari. "Orang mudik itu pasti meningkat sesuai pertumbuhan ekonomi," ujarnya.
Ia menyarankan agar pemerintah lebih fokus menambah armada angkutan umum untuk mengalihkan penggunaan kendaraan pribadi. "Kereta api, pesawat, dan transportasi umum lainnya harus ditambah jumlahnya," jelas Hariyadi.
Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Bob Azam, juga menilai kebijakan WFA sulit diterapkan di sektor jasa dan manufaktur.
"Pabrik dan layanan yang membutuhkan kehadiran langsung sulit menerapkan WFA. Namun, sektor lain silakan disepakati bersama," ujarnya.
Ia menyarankan pemerintah untuk berkoordinasi lebih lanjut dengan pengusaha sebelum mengambil keputusan.
Sebelumnya, Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi menjelaskan, kebijakan WFA bertujuan mengurai kemacetan pada periode Nyepi dan Lebaran yang berdekatan.
"Kami mengusulkan WFA pada 24-27 Maret. Pegawai kementerian lain dapat diimbau bekerja dari mana saja," ujar Dudy dalam Rapat Kerja dengan Komisi V DPR RI, Kamis (23/1/2025).
Ia juga menyebutkan bahwa penerapan WFA untuk pekerja swasta masih akan dibahas dengan Kementerian Ketenagakerjaan dan pelaku usaha.
Menurut Dudy, potensi kemacetan tinggi diperkirakan terjadi di titik-titik transportasi seperti penyeberangan dan bandara.
"Kami rekomendasikan WFA untuk mengurai kemacetan angkutan Lebaran 2025," pungkasnya.
Tag: #tepatkah #kebijakan #jelang #mudik #lebaran #2025 #respons #pengusaha