



Mengapa BUMN WIKA Punya Utang Menggunung sampai Tak Mampu Bayar?
- Baru-baru ini, otoritas Bursa Efek Indonesia (BEI) terpaksa melakukan suspensi atau penghentian perdagangan saham BUMN konstruksi PT Wijaya Karya (Persero) Tbk atau WIKA.
Suspensi saham WIKA dilakukan BEI karena perusahaan pelat merah itu resmi gagal melunasi dua surat utang yang jatuh tempo pada 18 Februari 2025.
Saham WIKA sebenarnya sudah terjun bebas dalam kurun waktu 5 tahun terakhir. Penurunan harga saham WIKA ini sejalan dengan kinerja keuangan perusahaan yang sering merugi. Setali tiga uang, harga saham WIKA pun babak belur.
Mengutip Data Historis Saham yang bisa dilihat di laman resmi Wijaya Karya, persis 5 tahun yang lalu atau tepatnya 18 Februari 2020, harga saham WIKA pada penutupan perdagangan masih cukup tinggi di level Rp 2.050 per lembarnya.
Teranyar atau per 18 Februari 2025, harga saham WIKA ditutup pada level Rp 204 per lembarnya. Harga saham WIKA ini terus mendekati level saham gocap, sebutan untuk saham harga terendah yakni Rp 50 per lembarnya.
Merujuk pada laporan keuangan terakhir yang dirilis perusahaan yakni Laporan Keuangan Triwulan III-2024, total utang perusahaan sudah menembus Rp 50,72 triliun.
Utang yang membebani WIKA ini meliputi utang jangka pendek Rp 16,51 triliun dan utang jangka panjang Rp 34,21 triliun. Sementara aset perusahaan tercatat Rp 66,98 triliun.
Pada triwulan III-2024, WIKA memang mencatat laba bersih Rp 696,37 miliar, namun di periode yang sama tahun sebelumnya yakni triwulan III-2023, WIKA mencatat rugi sampai Rp 6,45 triliun.
Terbebani utang kereta cepat
Melansir pemberitaan Harian Kompas, beban keuangan Wijaya Karya membengkak di antaranya karena perlu mencari pinjaman guna menambah penyertaan modal senilai Rp 5,5 triliun untuk konsorsium proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung.
Pengamat BUMN dari Datanesia Institute, Herry Gunawan, menilai, masalah tata kelola dalam perencanaan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung terlihat dari pembengkakan biaya proyek dari kesepakatan 6,07 miliar dollar AS (Rp 91,5 triliun) menjadi 8 miliar dollar AS (Rp 120 triliun).
Alih-alih ditanggung oleh kontraktor, pembengkakan biaya proyek justru dibebankan kepada konsorsium, yakni PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) yang notabene sebanyak 39,11 persen sahamnya dimiliki oleh Wijaya Karya.
Beban keuangan turut ditanggung Wijaya Karya karena sejak awal perusahaan ditugasi menjadi pendamping kontraktor sehingga terkena imbas beban pada fase konstruksi.
"Itu peta awalnya. Jadi, masalah utama di tata kelola proyek yang antara lain adanya pembengkakan biaya proyek," kata Herry.
Secara teknis, Herry melanjutkan, terlalu menggebunya pemerintah mewujudkan kereta api cepat Jakarta-Bandung, tanpa mempertimbangkan aspek ekonomi secara bisnis, membuat Indonesia nyaris tidak punya posisi tawar di hadapan investor dan kontraktor proyek yang berasal dari China.
Posisi negosiasi yang rendah membuat pihak asal Indonesia yang terlibat dalam proyek ini semakin enggan transparan mengungkap permasalahan yang ada. Di sisi lain, keuangan perusahaan negara yang mendapat mandat dalam proyek ini akan terus terbebani.
"Seluruh beban ini akan terus terbawa sampai bertahun-tahun ke depan. Apalagi kereta cepat sulit memenuhi skala ekonomi," kata Herry.
Tambah utang demi Whoosh
Proyek kereta cepat Whoosh bahkan sempat dikabarkan menjadi penyebab kerugian jumbo WIKA pada 2023, di mana perusahaan konstruksi pelat merah ini menderita rugi sebesar Rp 7,12 triliun.
Kerugian perseroan ini meningkat sangat besar dibandingkan pada tahun 2022 yang mencatat rugi Rp 59,59 miliar.
Mengutip Kontan, Direktur Utama WIKA Agung Budi Waskito, menyebut dua faktor menjadi penyebab utama pembengkakan kerugian, yakni beban bunga dan beban lain-lain.
Beban bunga meningkat akibat perusahaan harus menerbitkan surat utang (obligasi) untuk urunan membiayai mega proyek Kereta Cepat Whoosh. Beban lain yang ditanggung termasuk beban provisi dan beban administrasi dari utang yang diperoleh WIKA.
“Beban lain-lain ini di antaranya mulai tahun 2022 kami sudah mencatat adanya kerugian dari PSBI atau kereta cepat,” jelas Agung saat Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi IV DPR RI, pada Juli 2024.
Agung menyebut, WIKA sendiri menyetor modal cukup besar ke Kereta Cepat Whoosh melalui PSBI, di mana dana yang digelontorkan mencapai Rp 6,1 triliun.
“Penyertaannya saja sudah Rp 6,1 triliun (untuk konsorsium Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung). Kemudian, yang masih dispute atau belum dibayar sekitar Rp 5,5 triliun, sehingga hampir Rp 12 triliun,” beber dia.
Yang jadi masalah, dana yang disetorkan ke konsorsium untuk permodalan kereta cepat diperoleh WIKA melalui penerbitan utang. Praktis, perusahaan harus terbebani dengan beban bunga yang tinggi.
"Untuk memenuhi uang ini, mau tidak mau WIKA harus melakukan pinjaman melalui obligasi,” ungkap Agung.
Mengapa BUMN ikut menanggung beban Whoosh?
Sebagai informasi saja, setelah dilakukan audit menyeluruh, proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung mengalami pembengkakan biaya sebesar Rp 1,2 miliar dollar AS.
Angka tersebut merupakan hasil audit dari setiap negara yang kemudian disepakati bersama pihak China dan Indonesia. Dengan demikian, biaya total proyek yang berlangsung sejak 2016 itu kini mencapai 7,27 miliar dollar AS, di mana sebagian besar pendaan berasal dari pinjaman China.
Utang sebesar itu akan dibebankan ke KCIC. Sebagai operator sekaligus pemilik konsesi, pembayaran angsuran pokok maupun bunganya akan ditanggung konsorsium KCIC. Konsorsium ini juga ikut menanggung renteng bila KCIC mengalami kerugian.
Konsorsium ini melibatkan sembilan perusahaan. Dari Indonesia ada empat BUMN yaitu Wijaya Karya, Jasamarga, Perkebunan Nusantara VIII, dan KAI sebagai pemimpin konsorsium.
Sedangkan dari China adalah China Railway International Company Limited, China Railway Group Limited, Sinohydro Corporation Limited, CRRC Corporation Limited, dan China Railway Signal and Communication Corp.
BUMN dari Indonesia lalu membentuk badan usaha bernama PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) dan dari China membentuk China Railway. Lalu kedua perusahaan gabungan itu kemudian membentuk konsorsium PT KCIC.
PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia ini kemudian menggenggam saham sebesar 60 persen di PT KCIC. Sementara sisa saham 40 persen dikuasai konsorsium China.
Dalam keterangan resmi KCIC, struktur pembiayaan KCJB adalah 75 persen dari nilai proyek dibiayai oleh China Development Bank (CBD) dan 25 persen dibiayai dari ekuitas konsorsium.
Dari 25 persen ekuitas dari ekuitas tersebut, sebesar 60 persen berasal dari konsorsium Indonesia karena menjadi pemegang saham mayoritas.
Dengan demikian, pendanaan dari konsorsium Indonesia ini sekitar 15 persen dari proyek, sedangkan sisanya sebesar 85 persen dibiayai dari ekuitas dan pinjaman pihak China, yang awalnya disepakati tanpa jaminan dari Pemerintah Indonesia dan penggunaan APBN.
Namun belakangan pemerintah merevisinya, di mana APBN bisa dikucurkan untuk menyelamatkan proyek ini ancaman mangkrak.
Pemerintah sendiri saat ini sudah mencairkan APBN untuk proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung. Pertama sebesar Rp 4,3 triliun pada tahun 2021 dan berikutnya sebesar Rp 3,4 triliun pada 2022.
Kedua PMN disalurkan ke proyek KCJB melalui skema penyertaan modal negara (PMN) PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI.
Sedangkan pinjaman CBD (sebelum pembengkakan biaya) diperkirakan mencapai 4,55 miliar dolar AS.
Uang pajak rakyat dikucurkan ke proyek KCJB terpaksa dilakukan pemerintah guna memenuhi syarat kecukupan modal dasar alias base equity capital.
Artikel ini bersumber dari berita di Kontan, Kompas.com, dan Harian Kompas berjudul
- "WIKA: Whoosh Jadi Penyebab Rugi Besar Perusahaan"
- Perencanaan Semrawut, Proyek Whoosh Bebani Keuangan Wika
Tag: #mengapa #bumn #wika #punya #utang #menggunung #sampai #mampu #bayar