



Survei: Kelas Menengah Pilih Makan Tabungan daripada Pinjaman Berbunga
- Sebanyak 76,3 persen kelas menengah memilih untuk makan tabungan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Hal ini terungkap dalam survei Kelas Menengah di Tengah Ketidakpastian Ekonomi yang dilakukan oleh Katadata Insight Center.
Direktur Riset Katadata Insight Center Gundy Cahyadi mengungkapkan, survei KIC menemukan fakta perilaku keuangan kelas menengah cukup positif.
Sebanyak 70 persen responden melakukan perencanaan keuangan. Satu dari dua responden memisahkan anggaran untuk tagihan dan keperluan harian.
Ilustrasi mengelola keuangan.
Selain itu, lebih dari 40 persen responden mencatat pengeluarannya.
“Perilaku positif juga tercermin saat kelas menengah mengalami pengeluaran lebih besar daripada pendapatan. Mayoritas responden (76,3 persen) memilih untuk menggunakan tabungan alias makan tabungan untuk bertahan hidup,” kata Gundy dalam keterangan tertulis, Selasa (18/2/2025).
Ini artinya, kata Gundy, hanya sebagian kecil yang memilih opsi-opsi pinjaman berbunga, yakni masing-masing kurang dari 15 persen.
Perilaku ini menunjukkan pengelolaan keuangan yang tergolong baik, lantaran mereka cenderung menghindari utang dan lebih mengandalkan cadangan keuangan pribadi untuk bertahan hidup.
“Kelas menengah mengalokasikan 19,3 persen penghasilan untuk tabungan. Sebagian besar berencana menggunakan tabungan ini sebagai dana darurat,” tutur Gundy.
Sementara itu, lanjut Gundy, alokasi anggaran untuk tujuan jangka panjang atau perencanaan masa depan relatif masih rendah. Pada dasarnya, perencanaan keuangan jangka panjang memang belum menjadi prioritas bagi kelas menengah.
Ilustrasi pekerjaan sampingan, kerja sampingan.
Di sisi lain, demi memenuhi biaya hidup maka kelas menengah menjalankan pekerjaan sampingan. Survei KIC mencatat, hampir 50 persen masyarakat di segmen ini memiliki pekerjaan sampingan alias side hustle.
Ada tiga alasan terbanyak yang melatarbelakangi mereka menekuni pekerjaan sampingan, yaitu untuk menambah pendapatan (70,6 persen), meningkatkan tabungan (42,2 persen), dan mencapai tujuan finansial (30,7 persen). Passion tak masuk di dalam tiga besar.
KIC mengadakan survei secara daring dengan menargetkan responden di 10 kota besar di Indonesia. Survei ini melibatkan 472 responden, dilaksanakan pada 6 sampai 9 Januari 2025.
Gundy menjelaskan, kekhawatiran tentang perekonomian berpengaruh besar terhadap cara pandang kelas menengah soal kebutuhan hidup.
“Kekhawatiran ini terkesan menjadi faktor utama yang menentukan perspektif kelas menengah tentang keperluan pendidikan, kesehatan, dan hunian,” kata dia.
Dia menjelaskan, pertumbuhan kelas menengah tertahan pascapandemi Covid-19. Karena itu, diperlukan pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat untuk meningkatkan persentase kelas menengah.
Sementara itu, Wakil Menteri Keuangan Thomas Dijiwandono mengungkapkan, kelas menengah masih menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia. Karena, kata Thomas, lebih dari 70 persen konsumsi berasal dari kelas menengah.
Thomas menyatakan, APBN berperan sebagai shock absorber dan melindungi seluruh lapisam kesejahteraan sosial, mulai dari kelompok rentan hingga kelas menengah melalui berbagai program subdsidi dan kompensasi.
“Pada 2025 pemerintah mengalokasikan Rp 827 triliun untuk berbagai program termasuk subsidi, insentif PPN, bantuan sosial dan kredit usaha. Sebagian besar insentif PPN difokuskan menjaga konsumsi rumah tangga,” jelas Thomas.
Tag: #survei #kelas #menengah #pilih #makan #tabungan #daripada #pinjaman #berbunga