Pemerintah Disarankan Lakukan Penertiban Kawasan Hutan Tidak secara Membabi Buta
TAMPAK MASIH ALAMI: Kawasan hutan Batangtoru yang menjadi habitat Orangutan Tapanuli (Pongo Tapanuliensis).
06:45
18 Februari 2025

Pemerintah Disarankan Lakukan Penertiban Kawasan Hutan Tidak secara Membabi Buta

- Pemerintah mulai menertibkan lahan yang berada di kawasan hutan. Penertiban itu untuk mengembalikan fungsi kawasan hutan. Dalam pelaksanaannya, Pemerintah disarankan tidak melakukan secara membabi buta.

Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) Eugenia Mardanugraha mengungkapkan, penertiban lahan yang membabi berakibat buruk pada iklim investasi di Indonesia.

"Perpres ini tujuannya baik, tapi jangan dijalankan secara membabi buta. Itu merugikan rakyat Indonesia sendiri. Misalnya membabi buta itu pokoknya semua pengusaha harus dipidana, harus membayar. Kalau cuma membayar saja sih bisa dihitung. Tapi misalkan dipaksa diambil lahannya terus bagaimana? Jangan sampai terjadi yang seperti begitu," kata Eugenia dalam keterangannya pada Selasa (18/2).

Sebagaimana diketahui, penertiban lahan di kawasan hutan merupakan perintah dari Peraturan Presiden (Perpres) No 5 Tahun 2025 Tentang Penertiban Kawasan Hutan. Dalam pelaksanaannya, Pemerintah sebaiknya tidak melakukan secara membabi buta tanpa melihat sejarah munculnya tumpang tindih lahan kepala sawit di kawasan hutan tersebut.

Menurut Eugenia, Satuan Tugas (Satgas) Penertiban Kawasan Hutan sebaiknya melakukan verifikasi lahan-lahan sawit tersebut secara detail sebelum melakukan penertiban. Hal tersebut penting dilakukan karena setiap lahan memiliki asal-usul sendiri-sendiri.

Lahan sawit yang ada saat ini kebanyakan warisan dari zaman Pemerintahan Presiden Soeharto. Saat itu, Pemerintah Orde Baru mengundang para pengusaha untuk berinvestasi di industri kelapa sawit. Hanya saja, dokumentasi kepemilikan lahan kala itu tidak rapi seperti sekarang.

"Masalah administrasi pertanahan yang tidak beres tersebut dibiarkan hingga puluhan tahun hingga sekarang sehingga terjadi tumpang tindih, yang harusnya lahan kawasan hutan dijadikan perkebunan sawit," kata Eugenia.

Melihat proses tersebut, dia mengharapkan pemerintah tidak mengambil alih begitu saja. Namun, harus melalui proses yang jelas dan berkeadilan. Apalagi, di atas lahan-lahan sawit tersebut rata-rata sudah ada kegiatan ekonomi yang melibatkan banyak pihak.

"Saya kurang setuju (direbut kembali). Mereka kan juga sudah berkontribusi untuk Indonesia. Dulunya hutan, ditanam sawit, sawitnya dijual. Multiflier ekonominya sudah besar," papar anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) ini.

Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), kini Kementerian Kehutanan menyebut dari total 16,38 juta hektare kebun kelapa sawit, terdapat lebih kurang 3,3 juta hektare lahan berada di dalam kawasan hutan.

Karena itu, dia mengusulkan agar pemerintah bermusyawarah dengan seluruh stake holder di industri sawit untuk menemukan jalan terbaik. Kalau misalnya ada sanksi denda, hal tersebut bisa dilakukan dengan perhitungan yang jelas. "Intinya jangan sampai menjadi lahan kosong yang tidak ada nilai ekonominya karena diambil alih oleh pemerintah. Jangan sampai nilai ekonominya turun," paparnya.

Eugenia berharap pemerintah tidak mengedepankan sanksi pidana dalam penyelesaian masalah tumpang tindih lahan ini. "Semuanya bisa dibicarakan secara baik baik."

Untuk diketahui, pemerintah telah menerbitkan Perpres No 5 Tahun 2025 mengenai Penertiban Kawasan Hutan. Aturan ini juga mengatur pembentukan Satgas Penertiban Kawasan Hutan yang bertugas melaksanakan penertiban kawasan hutan melalui penagihan dikenakan sanksi denda administratif, pidana, penguasaan kembali kawasan hutan dan pemulihan aset di kawasan hutan.

Editor: Ilham Safutra

Tag:  #pemerintah #disarankan #lakukan #penertiban #kawasan #hutan #tidak #secara #membabi #buta

KOMENTAR