



Spiral Inefisiensi Dalam Perencanaan Fiskal
BUKU People Choice (1944) yang ditulis Paul F. Lazarsfeld, bersama Bernard Berelson dan Hazel Gaudet adalah sandaran perenungan yang tepat. Sebuah kebijakan perlu dikomunikasi dengan baik ke publik.
Dalam model komunikasi kebijakan Two-Step Flow, Berelson cs katakan; “informasi kebijakan tidak langsung diterima oleh masyarakat, tetapi melalui perantara seperti tokoh masyarakat, pemimpin opini (opinion leaders) atau media”.
Dalam komunikasi kebijakan, pendekatan ini penting, karena sering kali masyarakat lebih percaya pendapat pemimpin opini daripada komunikasi langsung dari pemerintah.
Komunikasi Two-Step Flow perlu dilakukan dalam kebijakan fiskal pemerintah, agar masyarakat tak salah kaprah memahami efisiensi anggaran belanja dalam APBN 2025.
Yang terjadi saat ini adalah, disinformasi. Beberapa kalangan mengira, dana hasil efisiensi Rp 306 triliun menjadi cash idle. Menjadi dana parkir dalam neraca APBN. Padahal tidak demikian.
Sebaliknya, dana hasil efisiensi akan di-reinjeksi ke kementerian/lembaga (K/L) sektoral berdasarkan skala prioritas yang ada dalam Asta Cita Presiden Prabowo.
Hal ini lumrah dalam politik fiskal. Realokasi ruang fiskal dengan memotong belanja non-prioritas untuk mendukung sektor yang lebih produktif (fiscal space reallocation).
Secara teori, langkah efisiensi dalam kebijakan fiskal seperti saat ini terjustifikasi dengan teori Richard A. Musgrave (1959) dalam The Theory of Public Finance.
Menurut Musgrave, pemerintah dapat mengoptimalkan belanja dengan cara mengalihkan dana dari sektor yang kurang produktif ke sektor lebih produktif dalam mendukung pertumbuhan ekonomi.
Metafora kebijakan efisiensi sebesar Rp 306 triliun adalah terjadi kelebihan lemak jenuh dalam tubuh APBN. APBN-nya tambun (Rp 3.600 triliun), tapi rendah protein (sarcopenic obesity). Gemuk tapi mengandung racun (toxic) pembangunan.
Dus, setiap inefisien, ada potensi abuse di dalamnya. Racun inilah yang di-detox lalu diinjeksi nutrisi agar postur fiskal lebih lincah dan lentur menjalankan fungsinya (fiscal tools) untuk mencapai tujuan ekonomi melalui tercapainya indikator makro.
Hal lain yang perlu dicatat, APBN juga sebagai instrumen untuk mengabsorbsi berbagai tekanan eksternal melalui politik anggaran kontijensi. APBN yang sehat dan elastis, dapat bermain dalam gelombang konjungtur ekonomi.
Salah satu bagian penting dari teori perencanaan fiskal Musgrave adalah, APBN berfungsi sebagai alat stabilisasi (stabilization function) melalui kebijakan pajak dan belanja.
Saat menghadapi tekanan ketidakpastian global, kebijakan belanja harus lebih efisien dan tepat sasaran pada sektor-sektor yang benar-benar efektif dalam menjaga resiliensi ekonomi.
Struktur ekonomi RI saat ini diperkuat oleh konsumsi dengan proporsi mayoritas terhadap PDB. Preferensi kebijakan belanja pemerintah dalam ketidakpastian global harus mengarah pada permintaan agregat (agregat demand).
Karena ekonomi Indonesia bergantung pada konsumsi, maka pemerintah harus meningkatkan belanja yang dapat menjaga daya beli masyarakat.
Misalnya dengan memberikan bantuan sosial dan subsidi untuk masyarakat miskin, meningkatkan belanja infrastruktur dan proyek padat karya untuk menciptakan lapangan kerja serta memberikan insentif bagi dunia usaha dan UMKM agar produksi tetap berjalan dan harga tetap stabil.
Dalam diskursus publik tentang efisiensi, ada pandangan berbeda. Menginginkan APBN tetap lincah dalam melewati konjungtur ekonomi, tapi tidak terjadi anomali kebijakan.
Membuang lemak jenuh dalam belanja APBN adalah ihwal yang baik. Tapi jangan sampai postur APBN mengalami kekurangan protein. Niatnya hendak membuang lemak jenuh dalam APBN, tapi justru tubuh kehilangan protein (protein wasting).
Sebagai contoh, dalam hasil efisiensi, anggaran riset ikut terpapar. Sekarang belanja untuk riset dipangkas 20 persen dari pagu Kementerian Ristekdikti TA 2025.
Padahal riset adalah salah satu nadi penting dalam inovasi kebijakan, dalam rangka mendorong ekonomi dengan nilai tambah output lebih tinggi dalam program hilirisasi.
Negara-negara maju memiliki spending untuk Riset & Development 2-4 persen dari PDB. Indonesia baru 0,2 persen dari PDB.
Lalu, Indonesia bercita-cita ingin menjadi negara maju dan melepaskan diri dari middle income trap di tahun 2030. Di sinilah letak anomali kebijakan--politik anggaran.
Karena tren dan basis GNP/gross national income negara-negara maju tak lagi ekspor raw material seperti kita saat ini. Jualan komoditas mentah.
Negara-negara maju menjual produk hilir yang basisnya adalah intellectual intensive/knowledge intensive sebagai elemen penting dalam industri high tech.
Makanya yang dibangun adalah infrastruktur soft power. Investasi jor-joran di sektor ini. Belanja untuk R&D terus mereka tingkatkan. Perkiraan ke depan, kontribusi ekonomi high-tech services terhadap GDP global mencapai 17 persen – 20 persen dan basisnya adalah R&D.
Mari kita renungkan sejenak posisi Indonesia dalam Global Innovation Index 2024. Dalam laporan Global Leaders in Innovation 2024, untuk kategori negara berpendapatan menengah atas (upper middle income), tiga negara teratas dalam inovasi ekonomi adalah China, Malaysia, dan Turkiye.
Indonesia berada di peringkat ke-54, tertinggal cukup jauh dari beberapa negara tetangga seperti Malaysia (33), Thailand (41), Vietnam (44), dan Filipina (53).
Sementara itu, Singapura menempati posisi ke-4 dari 67 negara, menjadikannya sebagai negara ASEAN dengan peringkat inovasi tertinggi.
Data ini menunjukkan bahwa Indonesia masih memiliki tantangan besar dalam meningkatkan daya saing inovasinya di tingkat global. Terutama dibandingkan dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara dan emerging countries.
Dengan contoh demikian, maka pemangkasan anggaran riset dari nomenklatur belanja Kementerian Ristekdikti sebesar 20 persen adalah anomali. Musykil hilirisasi terjadi bila R&D sebagai basis dari inovasi ekonomi tak mendapat dukungan politik anggaran.
Tubuh ekonomi kehilangan asupan protein, karena riset sebagai basis inovasi dan asupan penting hilirisasi mengalami defisit pendanaan.
Visi ekonomi justru mundur ke belakang. Tanpa inovasi ekonomi, Indonesia akan tetap menjadi pengekspor komoditas mentah dengan harga murah. Musykil bisa terlepas dari middle income trap dengan pertumbuhan ekonomi 7 persen – 8 persen.
Spiral inefisiensi
APBN sebagai instrumen pembangunan tidak terjadi sesaat, tapi melewati proses panjang dalam siklus anggaran.
Dengan demikian, bila terdapat inefisiensi dalam jumlah besar (Rp 306 triliun) setelah APBN ditetapkan melalui rapat paripurna DPR, berarti terjadi kegagalan dalam perumusan kebijakan anggaran publik.
Bila menggunakan teori Policy Failure-nya Eugene Bardach, inefisiensi sebesar Rp 306 Triliun adalah buah dari kesalahan perumusan kebijakan (design flaws).
Dalam siklus anggaran yang panjang hingga menjadi APBN, hanya melahirkan inefisiensi dan pemborosan sumber daya dengan angka fantastis.
Pertanyaannya, apa manfaat APBN transisi di akhir pemerintahan Jokowi, bila setelah berjalan, terjadi inefisiensi belanja hingga sekitar 9 persen dari total belanja?
Jika seluruh tahapan hingga menjadi APBN 2025 dibiayai, maka yang terjadi adalah "inefisiensi yang didanai". Melahirkan spiral inefisiensi, kondisi di mana ketidakefisienan terus berulang dan semakin membesar, karena tak ada upaya serius perbaikan dalam pengelolaan anggaran.
Padahal dua institusi ini, Bappenas (otoritas perencanaan pembangunan) dan Kemenkeu (otoritas perencanaan fiskal) adalah kementerian yang mengakumulasi IQ (intellectual quotient) terbaik dari penduduk di republik ini.
Pertanyaannya, apakah inefisiensi sebesar Rp 306 triliun adalah buah dari produk kebijakan manusia dengan IQ terbaik di Indonesia?
Oleh karena APBN terjadi melalui tahapan panjang siklus anggaran, maka setiap tahap dimaksud perlu dipastikan efektivitas program dan pendanaannya bagi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat.
Karena berbagai kegiatan yang terjadi dalam siklus anggaran tersebut pun didanai oleh pajak rakyat.