Redefinisi Garis Kemiskinan
Seorang warga tidur dengan latar belakang gedung bertingkat di Jakarta, Kamis (22/2/2024). Kementerian Keuangan melaporkan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Januari 2024 surplus Rp31,3 triliun dan program pembangunan APBN 2024 difokuskan untuk menurunkan kemiskinan, pengangguran, serta meningkatkan indeks pembangunan manusia termasuk nilai tukar petani. (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)
08:00
17 Februari 2025

Redefinisi Garis Kemiskinan

PADA tulisan sebelumnya, penulis berpendapat bahwa sudah selayaknya mengganti definisi garis kemiskinan yang saat ini digunakan.

Saat ini, definisi garis kemiskinan yang digunakan adalah Rp 595.242 per kapita per bulan. Garis kemiskinan ini terbagi menjadi dua, yaitu garis kemiskinan makanan dan non-makanan, yaitu Rp 443.433 dan Rp 151.809.

Menurut definisi, garis kemiskinan adalah jumlah minimum pengeluaran yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan hidup secara layak. Kebutuhan hidup ini terbagi menjadi makanan dan non-makanan.

Metode perhitungan garis kemiskinan menggunakan asupan energi (food energy intake). Prinsipnya adalah menghitung tingkat kebutuhan energi untuk mencapai standar minimum kebutuhan hidup.

Sesuai dengan definisi, garis kemiskinan makanan adalah representasi dari jumlah rupiah minimum untuk memenuhi kebutuhan makanan yang setara 2.100 kilokalori. Angka ini adalah rekomendasi dari Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) tahun 1978.

Paket komoditi kebutuhan dasar meliputi 52 jenis komoditas, seperti padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur, susu, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dan lain-lain.

Sedangkan garis kemiskinan non-makanan adalah agregasi dari nilai kebutuhan minimum untuk komoditas non-makanan, meliputi perumahan, pakaian, pendidikan, dan kesehatan.

Sebanyak 51 komoditas di perkotaan dan 47 komoditas di perdesaan menjadi daftar kriteria untuk penentuan garis kemiskinan non-makanan.

Nilai kebutuhan minimum dihitung dengan menggunakan rasio pengeluaran berdasarkan Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar.

Kelayakan definisi kemiskinan

Namun, muncul pertanyaan selanjutnya, apakah garis kemiskinan tersebut masih tepat digunakan untuk kondisi sekarang?

Bagi yang paham dengan data, tentu tidak sulit melakukan perhitungan dengan mengelompokkan seluruh populasi menjadi dua bagian: miskin dan tidak miskin.

Bagian tersulit adalah bagaimana mencapai satu kesepakatan tentang garis kemiskinan yang menjadi acuan untuk perhitungan.

Yang menjadi pertanyaan mendasar adalah bagaimana mendefinisikan kebutuhan dasar. Tiap zaman pasti memiliki definisi kebutuhan dasar berbeda-beda.

Salah satu kritik utama terhadap komoditas sebagai penentu garis kemiskinan adalah tidak tercakupnya beberapa komoditas makanan yang dianggap penting (TNP2K, 2020, “Pengukuran Garis Kemiskinan di Indonesia: Tinjauan Teoretis dan Usulan Perbaikan”).

Padahal fakta menunjukkan bahwa terjadi perubahan pola konsumsi dengan peningkatan porsi makanan jadi.

Sebagai contoh, proporsi masyarakat yang membeli makanan jadi, baik di berbagai pusat makanan, pusat perbelanjaan, atau secara online mengalami peningkatan.

Usulan lain adalah menaikkan jumlah kebutuhan kalori menjadi 2.150 kilokalori berdasarkan hasil kajian WNPG tahun 2012 (TNP2K, 2020).

Selain itu, porsi pengeluaran untuk non-makanan cenderung mengalami kenaikan. Sebagai contoh, sudah bukan rahasia umum lagi kalau harga tanah dan rumah mengalami kenaikan signifikan dalam dua dekade terakhir, terutama di kota besar.

Fenomena ini terjadi untuk harga jual beli dan sewa rumah mengalami peningkatan. Sudah banyak tulisan yang mengulas bahwa generasi muda terancam tidak bisa memiliki tanah dan rumah.

Jenis kebutuhan lain yang mengalami peningkatan adalah energi, air, serta aneka barang dan jasa. Sebagai contoh, kebutuhan barang jasa cenderung meningkat terutama di perkotaan, seperti transportasi online dan kebutuhan rekreasi.

Mengubah cara pandang

Dari berbagai diskursus tentang definisi kemiskinan, satu hal terpenting yang harus diperhatikan adalah mengubah cara pandang terhadap kemiskinan.

Ketika pemerintah mengklaim bahwa Indonesia sudah mengalami peningkatan, dari lower-middle-income countries menjadi upper-middle-income countries, maka sudut pandang yang digunakan harus diubah.

Sebaiknya, kita lihat bagaimana negara-negara pada kelompok upper-middle-income countries mendefinisikan kemiskinan.

Bank Dunia menggunakan garis kemiskinan sebesar 6,85 dollar AS per hari untuk upper-middle-income countries. Sedangkan garis kemiskinan yang lebih rendah sebesar 3,65 dollar AS per hari direkomendasikan untuk lower-middle-income countries.

Dengan menggunakan garis kemiskinan sebesar 6,85 dollar AS per hari (purchasing power parity 2017), maka jumlah penduduk miskin menjadi 62 persen pada tahun 2023.

Sedangkan berdasarkan garis kemiskinan nasional, jumlah penduduk miskin adalah 9,4 persen pada tahun yang sama.

Perbedaan kedua angka tersebut sangat mencolok. Namun, perbedaan angka tersebut harus ditampilkan secara rutin ke publik. Tujuannya agar publik mampu melihat posisi Indonesia secara global.

Dengan naiknya Indonesia menjadi upper-middle-income country, selayaknya berbagai indikator yang sudah usang diganti. Jangan hanya menyebarkan slogan Indonesia 2045, tapi kita tidak menggunakan sistem pengukuran yang tepat.

Sebagai penutup, menaikkan angka garis kemiskinan akan memberikan dampak signifikan.
Pertama, angka yang terlihat tinggi akan memperlihatkan bahwa Indonesia masih perlu berjuang lebih keras jika menggunakan garis kemiskinan upper-middle-income country.

Bandingkan dengan prestasi yang selalu digadang-gadang bahwa angka kemiskinan sudah turun di bawah 10 persen. Masalahnya sebenarnya sederhana, yaitu menggunakan standar garis kemiskinan yang tidak terlalu menantang.

Bagi investor luar negeri, angka tersebut lebih mudah dipahami jika merujuk pada definisi Bank Dunia yang sudah dikenal luas, dibandingkan garis kemiskinan nasional yang memerlukan konversi nilai terlebih dahulu.

Kedua, menaikkan standar garis kemiskinan tentu akan mendorong pemerintah untuk lebih fokus dalam merancang kebijakan yang berpihak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat secara lebih luas.

Tidak hanya memperhatikan mereka yang miskin (dengan definisi garis kemiskinan nasional). Namun, kelompok rentan (dengan definisi garis kemiskinan nasional) juga mendapatkan perhatian.

Redefinisi garis kemiskinan bukan hanya soal pemilihan angka. Namun, untuk memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi benar-benar lebih inklusif.

Tag:  #redefinisi #garis #kemiskinan

KOMENTAR