Biaya Kesehatan Cenderung Naik, Pengelolaan Risiko Jadi Tantangan Industri Asuransi
Ilustrasi pemeriksaan kesehatan. (Dery Ridwansah/JawaPos.com)
23:09
3 Oktober 2024

Biaya Kesehatan Cenderung Naik, Pengelolaan Risiko Jadi Tantangan Industri Asuransi

–Hasil riset IFG Progress, lembaga think tank Indonesia Financial Group (IFG), Holding BUMN Asuransi, Penjaminan, dan Investasi, menunjukkan masyarakat Indonesia akan mengeluarkan biaya yang lebih tinggi untuk urusan kesehatan. Sebab, fenomena tingkat inflasi kesehatan Indonesia yang sedang menunjukkan tren kenaikan.

Kondisi itu akan berdampak pada meningkatnya nilai klaim kesehatan. Sehingga, industri asuransi kesehatan perlu menerapkan pengelolaan risiko yang prudent sejalan dengan nilai klaim yang berpotensi meningkat tersebut.

Senior Research Associate IFG Progress Ibrahim Kholilul Rohman mengungkapkan, biaya kesehatan Indonesia pada 2023 diperkirakan tumbuh 13,6 persen atau lebih tinggi dibandingkan pada tahun sebelumnya 12,3 persen. Pertumbuhan tersebut merupakan yang paling tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga di kawasan ASEAN, bahkan tercatat lebih tinggi secara rata-rata global.

Biaya kesehatan yang tinggi tersebut timbul karena adanya inflasi kesehatan, yang terefleksi dari kenaikan harga layanan medis, obat-obatan, dan teknologi kesehatan.  Di sisi lain, gaya hidup yang tidak sehat, tingkat stres yang tinggi, polusi lingkungan, dan perubahan iklim yang turut menyebabkan kenaikan penyakit kronis dan katastropik membutuhkan biaya perawatan yang lebih tinggi.

”Dengan angka inflasi kesehatan di atas 12 persen, jauh dari inflasi umum hanya 5,51 persen, masyarakat harus mengeluarkan lebih banyak uang untuk mendapatkan perawatan. Ketika peningkatan inflasi kesehatan terjadi, biaya untuk rawat inap, konsultasi dokter, hingga pemeriksaan laboratorium cenderung ikut meningkat,” ujar Ibrahim.

Ibrahim menjelaskan, untuk Indonesia, porsi biaya kesehatan yang ditanggung pemerintah sebesar 59 persen, sedangkan yang harus ditanggung masyarakat sekitar 27 persen. Karena itu, kondisi tingginya inflasi kesehatan perlu mendapat perhatian semua pihak karena berdampak kurang menyenangkan, baik bagi pemerintah dan juga masyarakat.

Kenaikan biaya kesehatan ini, lanjut Ibrahim, menjadi beban berat bagi rumah tangga, terutama bagi mereka yang tidak memiliki asuransi kesehatan atau yang hanya mengandalkan asuransi kesehatan publik yang disediakan pemerintah.

”Sementara kita tahu bahwa kesehatan merupakan komponen penting dalam mendukung perekonomian suatu negara karena kualitas kesehatan penduduk memengaruhi produktivitas tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi,” kata Ibrahim Kholilul Rohman.

Hasil riset menunjukkan beberapa daerah di Indonesia cenderung mengalami kenaikan biaya kesehatan yang tinggi. Di antaranya di Pulau Kalimantan, Sumatera, Nusa Tenggara, dan Maluku. Sementara itu, di Pulau Jawa, Sulawesi, dan Papua, terdapat fenomena deflasi pengeluaran kesehatan, yang menunjukkan biaya kesehatan pada 2023 lebih rendah dibandingkan pada 2022.

”Kondisi ini tentu saja akan berpengaruh pada industri asuransi kesehatan. Tantangannya adalah bagaimana perusahaan asuransi dapat dengan baik mengelola risiko akibat dari kenaikan klaim di tengah tingginya inflasi kesehatan, dan strategi untuk memitigasi adanya perbedaan biaya kesehatan antar wilayah di Indonesia,” jelas Ibrahim.

Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) mencatat, hingga semester I-2024, rasio klaim kesehatan mencapai Rp 11,83 triliun atau naik 26 persen YoY. Sementara itu, premi kesehatan yang diterima mencapai Rp 11,19 triliun, naik 23,64 persen YoY. Hal ini mengindikasikan jumlah klaim lebih tinggi daripada premi yang diterima.

 

 

Editor: Latu Ratri Mubyarsah

Tag:  #biaya #kesehatan #cenderung #naik #pengelolaan #risiko #jadi #tantangan #industri #asuransi

KOMENTAR