Tak Diawasi Puluhan Tahun, KKI Sebut 75 Persen Distribusi Galon Guna Ulang Tak Taat Aturan
Ilustrasi galon isi ulang yang terkena paparan sinar matahari.(Dok. Shutterstock/Ianny Photo)
18:32
12 Februari 2025

Tak Diawasi Puluhan Tahun, KKI Sebut 75 Persen Distribusi Galon Guna Ulang Tak Taat Aturan

- Komunitas Konsumen Indonesia (KKI) menyoroti proses distribusi galon isi ulang yang selama ini tidak diawasi secara baik sehingga berpotensi membahayakan konsumen.

Berdasarkan hasil investigasi KKI di lima kota besar selama November hingga Desember 2024, sekitar 75 persen distribusi galon guna ulang masih menggunakan truk bak terbuka tanpa penutup.

Kondisi tersebut pun membuat galon guna terpapar sinar Matahari secara langsung selama proses distribusi.

Ketua KKI David Tobing mengatakan, paparan sinar Matahari secara langsung pada galon guna berpotensi meluruhkan kandungan Bisphenol-A (BPA) pada kemasan ke air minum.

Senyawa kimia sintesis pembentuk plastik polikarbonat tersebut memang umum digunakan sebagai bahan pengeras plastik untuk kemasan makanan dan minuman, termasuk galon guna ulang.

Namun, ratusan penelitian ilmiah di sejumlah negara menemukan bahwa paparan BPA pada minuman yang dikonsumsi dalam jangka waktu lama bisa membahayakan kesehatan manusia.

Beberapa gangguan kesehatan yang ditimbulkan paparan BPA meliputi gangguan hormon, proses tumbuh kembang anak, dan risiko kanker.

“Berbagai merek galon, baik yang isi maupun kosong, semua diangkut pakai bak terbuka. Padahal, banyak riset menyatakan BPA bisa luruh karena paparan sinar Matahari langsung,” ujar David dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Rabu (12/2/2025).

Hal itu, tambah David, menunjukkan produsen tidak mematuhi aturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Dalam Peraturan BPOM Nomor 6 Tahun 2024, BPOM meminta AMDK disimpan di tempat bersih dan sejuk, terhindar dari paparan sinar Matahari langsung, serta jauh dari benda-benda berbau tajam.

“Jadi, harusnya ini (distribusinya) semua pakai bak tertutup atau pakai truk-truk pengangkut tertutup,” kata David.

Pada kesempatan terpisah, pakar polimer dari Universitas Indonesia Profesor Mochamad Chalid juga pernah menyampaikan risiko peluruhan BPA dari kemasan polikarbonat—bahan yang digunakan oleh galon guna ulang—karena paparan sinar Matahari secara langsung.

Di Indonesia, risiko tersebut bisa bertambah karena berada di wilayah tropis dengan paparan sinar Matahari lebih tinggi dengan tingkat kemacetan cukup parah di jalan raya.

“Jadi, di sini ada faktor panas sinar matahari dan waktu (karena macet) sehingga ada risiko luruhan dari kemasan berupa BPA. Paparan suhu yang tinggi pada kemasan air minum polikarbonat dapat meningkatkan risiko peluruhan BPA ke dalam air minum,” jelas Prof Chalid.

Prof Chalid menambahkan, selain suhu tinggi, terdapat beberapa faktor lain yang berisiko bisa membuat senyawa BPA bermigrasi.

Salah satunya adalah pencucian galon polikarbonat menggunakan detergen dan cara penggosokan yang tidak benar. Hal ini kerap ditemui berbagai depot isi ulang.

“Setelah itu, galon ini kembali lagi ke pabrik untuk digunakan ulang. Proses tersebut meningkatkan risiko senyawa BPA berpindah dari polikarbonat ke air minum,” terang Prof Chalid.

Untuk menanggulangi masalah tersebut, KKI pun merekomendasikan pengawasan pascaproduksi yang lebih ketat, terutama terkait distribusi dari pabrik hingga ke konsumen.

KKI juga akan mengirim surat kepada produsen untuk mengawasi sirkulasi galon mereka serta berkoordinasi dengan BPOM, Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), dan Kementerian Perdagangan untuk pengawasan distribusi pascaproduksi.

“Produksi mungkin sudah menggunakan robot dan mesin, tapi begitu naik ke kendaraan angkut, penanganannya masih sangat berisiko. Jadi, ini bukan hanya masalah produksi, melainkan juga distribusi dan pengembalian galon. Ini seperti konsep halal from farm to fork, jadi keamanan galon harus terjamin dari produksi hingga kembali ke produsen,” ucapnya.

Editor: Erlangga Satya Darmawan

Tag:  #diawasi #puluhan #tahun #sebut #persen #distribusi #galon #guna #ulang #taat #aturan

KOMENTAR