![](https://jakarta365.net/public/assets/img/icon/view.png)
![Meraba Peluang dan Tantangan Indonesia Jadi Anggota BRICS](https://jakarta365.net/uploads/2025/02/10/kompas/meraba-peluang-dan-tantangan-indonesia-jadi-anggota-brics-1197267.jpg)
![](https://jakarta365.net/public/assets/img/icon/clock-d.png)
![](https://jakarta365.net/public/assets/img/icon/calendar-d.png)
Meraba Peluang dan Tantangan Indonesia Jadi Anggota BRICS
AWAL tahun ini, tepatnya pada 6 Januari 2025, Brasil yang memegang presidensi BRICS 2025 secara resmi mengumumkan masuknya Indonesia dalam BRICS.
Istilah 'BRICS', awalnya BRIC, adalah akronim dari empat negara-pendiri, yakni Brasil, Rusia, India, dan China yang mengadakan pertemuan puncak pemimpin pertama di Yekaterinburg, Rusia pada 16 Juni 2009.
Mula-mula, BRIC mengidentifikasi dirinya sebagai kelompok multipolar untuk mendorong investasi. Hubungan di antara BRIC dilakukan berdasarkan non-intervensi, kesetaraan, dan saling menguntungkan.
Selanjutnya, fokus kerja samanya meluas ke bidang ekonomi-bisnis dan perdagangan. Jumlah keanggotaannya berkembang melalui pendekatan diplomatis, geopolitik dan geoekonomi, dengan pemimpin negara yang bersedia hadir di pertemuan puncak formal tahunan.
Kekuatan ekonomi BRICS terus membesar
Sejatinya, sejak awal berdiri, BRIC memiliki kekuatan yang besar. Pada 2009, pendapatan nasional bruto (PDB) gabungan BRIC mencapai 15 persen dari total PDB dunia.
Pada 2010, PDB BRIC membengkak menjadi 10,5 miliar dollar AS atau 25 persen dari PDB negara-negara berpendapatan tinggi sedunia.
Pada 2024, kekuatan ekonomi BRICS meningkat lagi menjadi 36 persen dari PDB global atau 25,6 triliun dollar AS, nilai ekspornya 4,8 triliun dollar AS atau 25 persen dari total ekspor dunia, nilai impornya 3,9 triliun dollar AS dengan pangsa pasar sebesar 3,3 miliar jiwa atau mencakup hampir 46 persen dari populasi dunia.
Kekuatan ekonomi BRICS kemungkinan akan meningkat di masa mendatang karena tercatat sekitar 30 negara lain tertarik untuk bergabung (McCarthy, 2024)
Bergabungnya Indonesia dalam kerja sama BRICS tentu memberikan peluang sekaligus tantangan.
Data Carnegie Endowment for International Peace menyebutkan BRICS saat ini dipandang sebagai kekuatan ekonomi baru yang terdiri dari hampir setengah populasi dunia, 40 persen perdagangan internasional, dan 40 persen produksi dan ekspor minyak mentah dunia.
India dan China merupakan konsumen energi terbesar di dunia yang dapat dimanfaatkan Indonesia.
Sebagai anggota BRICS, Indonesia berpeluang mendapatkan hak istimewa dalam aktivitas perdagangan internasional dengan India dan China. Misalnya, pengurangan pajak impor dan akses pasar yang lebih luas terutama pada produk-produk migas.
Tidak hanya itu, BRICS juga memberikan peluang mengalirnya investasi asing ke Indonesia yang pada akhirnya akan membantu pembukaan lapangan pekerjaan dan mendorong pertumbuhan ekonomi lokal.
Selain itu, BRICS membuka peluang bagi sumber pendanaan pembangunan Indonesia karena BRICS juga memiliki Bank Pembangunan BRICS (New Development Bank) dengan tujuan menyediakan alternatif pembiayaan bagi negara-negara anggota.
Dengan demikian, Indonesia tidak selalu tergantung pada Bank Dunia atau Dana Moneter Internasional dalam pembiayaan proyek-proyek pembangunan nasional.
Semangat BRICS untuk mengurangi dominasi dollar AS dan menggunakan transaksi mata uang lokal juga akan mengurangi ketergantungan Indonesia akan dollar AS.
Penggunaan mata uang lokal dalam perdagangan antarnegara BRICS akan memberikan kepastian transaksi ekonomi tanpa perlu khawatir dengan fluktuasi nilai tukar dollar AS.
Tantangan bagi Indonesia
Namun, bergabungnya Indonesia ke dalam BRICS Plus juga perlu dicermati untuk tidak memberikan dampak negatif.
Pernyataan keras Presiden AS Donald Trump terhadap negara-negara BRICS perlu dicermati agar tidak muncul ketegangan hubungan Indonesia dengan AS (dan negara-negara Uni Eropa/UE).
Sampai saat ini, AS dan UE masih menjadi mitra dagang potensial bagi produk-produk ekspor Indonesia.
Kita berharap, jangan sampai dengan menjadi anggota BRICS, muncul diskriminasi dan pembatasan akses pasar internasional, khususnya ke Amerika Serikat sebagai mitra ekspor Indonesia kedua terbesar setelah China.
Jangan sampai pula keanggotaan Indonesia di BRICS menghambat status aksesi Indonesia di OECD. Sebab dengan menjadi anggota OECD, Indonesia memiliki akses yang makin terbuka ke pasar negara-negara Amerika Utara dan Selatan serta kawasan Eropa dan Asia-Pasifik.
Diharapkan, keikutsertaan Indonesia pada BRICS dan OECD dapat memuluskan jalan Indonesia meraih pertumbuhan ekonomi 8 persen seperti ditargetkan Presiden Prabowo.
Indonesia juga perlu mencermati dinamika internal BRICS karena keberagaman kinerja ekonomi dan kepentingan nasional negara-negara anggota.
Rivalitas dan perebutan pengaruh antara India dan China, misalnya, jangan sampai menyeret Indonesia ikut terlibat di dalamnya, sebab keduanya adalah mitra dagang besar bagi Indonesia.
Keterlibatan Indonesia dalam BRICS yang didominasi Rusia dan China jangan sampai membuat Amerika Serikat dan Uni Eropa beranggapan bahwa Indonesia hendak menjauhkan diri dari mereka.
BRICS tentu saja akan memberikan keuntungan bagi Indonesia, baik dalam aspek ekonomi maupun politik. Namun, perlu kehati-hatian akan ancaman pencapaian kepentingan Indonesia pada kerja sama lain di luar BRICS.
Jadi, prinsip politik luar negeri yang bebas-aktif harus tetap menjadi dasar pelaksanaan setiap kebijakan dalam menjalin kerja sama kemitraan dengan kelompok multipolar seperti BRICS ini.
Indonesia harus tetap mampu memantapkan posisinya dalam berbagai kerja sama yang dilakukan dengan semua negara lain, dalam konteks dan wujud apa pun.
Tag: #meraba #peluang #tantangan #indonesia #jadi #anggota #brics