



Lapangan Kerja, Kemiskinan, Ketimpangan, dan Pertumbuhan Ekonomi Berkualitas
TARGET pemerintah mencapai pertumbuhan ekonomi delapan persen harus diapresiasi dan diukung oleh seluruh pelaku ekonomi. Target yang sangat tinggi, tapi masih sangat mungkin dan realistis untuk dicapai.
Bahkan, dengan kerja keras dan kerja cerdas dari seluruh elemen bangsa, tidak menutup kemungkinan target pertumbuhan ekonomi delapan persen bisa dicapai lebih cepat.
Namun, untuk mencapai target tersebut diperlukan upaya nyata untuk menutup semua celah-celah kecil yang selama ini menghambat pertumbuhan ekonomi yang optimal.
Harus diakui bahwa dalam realitas masih ditemukan beberapa celah kecil yang harus segera ditutup supaya celah kecil tersebut tidak menjadi lubang besar yang akan menghambat pembangunan dan perkembangan ekonomi Indonesia dalam jangka panjang, terutama target pertumbuhan ekonomi delapan persen seperti yang telah dicanangkan pemerintah.
Paling tidak terdapat tiga celah kecil masalah sosial ekonomi yang jika dibiarkan bisa berpotensi melebar dan membesar sehingga dapat menjadi batu sandungan dan penghalang di masa depan.
Untuk menambal dan menutup celah tersebut diperlukan resep mujarab yang tepat mulai dari diagnosis, treatment, sampai monitoring dan evaluasi dalam tataran praktis di lapangan.
Ketiga celah tersebut adalah masalah penciptaan lapangan kerja, tingkat kemiskinan, dan ketimpangan.
Ketiga masalah tersebut sejatinya saling terkait satu sama lain dan jika bisa diselesaikan dari akar masalahnya, celah-celah yang masih berlubang tadi bisa tertutup secara bersamaan.
Dalam hal penciptaan lapangan kerja, sebenarnya pemerintah sudah berada di jalur tepat. Pemerintah sudah dan sedang berusaha untuk mengembalikan penciptaan lapangan kerja ke tingkat lebih tinggi sebagaimana yang terjadi di zaman pemerintahan Orde Baru.
Pada zaman Orde Baru, setiap satu persen pertumbuhan ekonomi dapat menciptakan lapangan kerja baru hingga lebih dari 250.000 lapangan pekerjaan.
Selain itu, pertumbuhan ekonomi pada zaman Orde Baru juga sangat tinggi, bahkan pernah beberapa kali mencapai pertumbuhan ekonomi di kisaran angka 8 persen, yaitu pada tahun 1973 sebesar 8,1 persen, 1977 (8,3 persen), 1980 (10 persen), dan 1995 (8,2 persen).
Saat ini satu persen pertumbuhan ekonomi belum bisa menciptakan lapangan kerja baru seperti pada zaman Orde Baru silam.
Satu persen pertumbuhan ekonomi saat ini hanya mampu menciptakan lapangan kerja baru sekitar 150.000.
Upaya pemerintah dengan menggenjot industrialisasi dan hilirisasi merupakan langkah yang sangat tepat untuk mengembalikan daya cipta lapangan kerja pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Sektor industri harus kembali dijadikan motor penggerak dan lokomotif pertumbuhan ekonomi Indonesia supaya lapangan kerja baru bisa tercipta jauh lebih banyak dan bisa melampaui masa keemasan Orde Baru.
Jika hilirasasi dan industrialisasi tidak berjalan secara optimal, maka angka pengangguran akan bertambah terutama angka pengangguran terselubung yang jumlahnya sangat banyak.
Dalam beberapa tahun terakhir, pasar tenaga kerja Indonesia setiap tahunnya selalu dimasuki tidak kurang oleh 1,5 juta angkatan kerja baru yang mencari pekerjaan.
Jika daya cipta lapangan kerja pertumbuhan ekonomi tidak ditingkatkan, maka setiap tahunnya akan tercipta pengangguran baru yang tidak terserap oleh pasar tenaga kerja.
Jika satu persen pertumbuhan ekonomi mampu menciptakan lapangan kerja baru sebesar 250.000, maka untuk menyerap seluruh angkatan kerja baru yang masuk ke pasar tenaga kerja diperlukan setidaknya 6 persen pertumbuhan ekonomi.
Setelah celah pertama dapat ditutup dengan baik, maka langkah selanjutnya adalah menutup celah kedua, yaitu masalah kemiskinan.
Sejauh ini pemerintah telah berhasil menurunkan tingkat kemiskinan ekstrem dengan sangat baik. Tingkat kemiskinan ekstrem saat ini sudah sangat kecil dan perlahan mulai mendekati nol.
Namun, masyarakat yang rentan miskin masih relatif banyak. Kelompok masyarakat ini sangat sensitif terhadap perubahan.
Ketika kondisi ekonomi mengalami sedikit penurunan, mereka akan kembali menjadi kelompok masyarakat miskin.
Menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah masyarakat yang rentan miskin saat ini sebanyak 67,69 juta jiwa atau 24,23 persen dari total populasi. Jumlah yang tentunya masih banyak.
Untuk mengurangi masyarakat miskin dan rentan miskin, selain penciptaan lapangan kerja baru, pemerintah juga harus menjamin bahwa lapangan kerja yang tercipta adalah lapangan kerja yang layak atau dalam istilah ketenagakerjaan dikenal dengan sebutan decent work.
Decent work secara sederhana dapat diartikan sebagai pekerjaan yang dilakukan atas kemauan atau pilihan sendiri, memberikan penghasilan yang cukup untuk membiayai hidup secara layak dan berharkat untuk diri sendiri dan juga keluarga.
Decent work harus menyediakan keamanan dan keselamatan fisik maupun psikologis.
Jika lapangan kerja yang tercipta dari pertumbuhan ekonomi adalah lapangan kerja yang layak, maka pendapatan masyarakat akan bertambah signifikan, masyarakat miskin dan rentan miskin juga akan berkurang tajam.
Sebaliknya, jika lapangan kerja yang tercipta bukan decent work, maka bisa saja pendapatan masyarakat meningkat, namun masyarakat miskin dan rentan miskin belum tentu berkurang karena pendapatan yang diperoleh tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup layaknya.
Dengan demikian, maka celah kedua yang harus ditutup tidak dapat tertutup dengan baik.
Celah ketiga yang harus ditutup rapat-rapat adalah masalah ketimpangan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), penduduk miskin pada September 2024 sebesar 8,57 persen atau sekitar 24,06 juta orang.
Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan Maret 2024 yang mencapai 25,22 juta orang dan Maret 2023 (25,9 juta orang).
Namun sayangnya, indikator ketimpangan mengalami sedikit kenaikan. Angka Rasio Gini yang menjadi indikator ketimpangan mengalami sedikit kenaikan.
Angka Rasio Gini Indonesia pada September 2024 sebesar 0,381 atau naik 0,002 dibanding Maret 2024 (0,379). Hal ini tentu menjadi catatan karena berkurangnya angka kemiskinan tidak serta merta menurunkan angka ketimpangan antara si kaya dan si miskin.
Ketiga celah ini harus dapat ditutup dengan baik jika pemerintah ingin melakukan akselerasi pertumbuhan ekonomi.
Untuk menutup ketiga celah ini secara bersamaan, pemerintah bersama seluruh elemen bangsa termasuk Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan pelaku ekonomi swasta harus mampu menciptakan pertumbuhan ekonomi berkualitas.
Pertumbuhan ekonomi yang mampu menciptakan lapangan pekerjaan layak, yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat secara signifikan, dan mengurangi angka kemiskinan dan ketimpangan.
Untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas seluruh pelaku ekonomi harus bahu membahu, seiring, dan seirama dalam menjalankan roda dan lokomotif perekonomian Indonesia.
Kebijakan fiskal dan moneter harus sejalan dan searah, pemerintah dan swasta harus saling menguatkan. Pekerja dan pemberi kerja harus saling mendukung satu sama lain.
Jika hal ini terwujud, maka pertumbuhan ekonomi delapan persen akan tercipta secara optimal dan target untuk menjadi negara maju sangat mungkin bisa tercapai lebih cepat.
Tag: #lapangan #kerja #kemiskinan #ketimpangan #pertumbuhan #ekonomi #berkualitas