Runtuhnya IHSG Setelah Danantara Diresmikan DPR
Ilustrasi Danantara.(SHUTTERSTOCK/KATJEN)
06:08
7 Februari 2025

Runtuhnya IHSG Setelah Danantara Diresmikan DPR

IHSG kembali terperosok tajam pada Kamis, 6 Februari 2025 pukul 12.00 WIB atau penutupan perdagangan sesi pertama.

Terpantau indeks turun 137,36 poin (-1,96 persen) ke level 6.886,86. Ini menandai penurunan signifikan dari penutupan sebelumnya di 7.024,23. Sementara pada penutupan Kamis sore, turun 148,69 (2,12 persen) ke level 6.875,54.

Pada pembukaan perdagangan Kamis (6/2/2025), deretan saham bank jumbo yang mencatatkan nilai transaksi saham tinggi di pasar kompak lesu.

Harga saham BMRI, misalnya, turun 2,26 persen pada pembukaan perdagangan. Lalu, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) mencatatkan pelemahan harga saham 0,82 persen. Begitu laporan semua media yang ada.

Faktor utama pelemahan IHSG Sentimen negatif dari rilis pertumbuhan ekonomi RI 2024 yang hanya 5,03 persen serta tekanan global akibat ketidakpastian suku bunga The Fed Aksi jual investor asing yang menghindari risiko.

Namun, banyak yang kurang peka dengan jatuhnya saham bank-bank jumbo ini karena faktor rilisnya Danantara yang baru disahkan oleh DPR. Mengapa demikian?

Tujuan utama pembentukan Danantara untuk meniru keberhasilan Temasek Singapura, yang pada Maret lalu memiliki portofolio investasi global senilai 284 miliar dollar AS dan telah memberikan pengembalian total pemegang saham sebesar 14 persen sejak didirikan pada 1974, menurut situs web resmi Temasek.

Danantara akan membentuk dua entitas: sebuah "superholding" yang bertugas mengelola perusahaan-perusahaan milik negara dan perusahaan investasi yang akan mengelola dividen serta aset-aset dengan menggunakan dana pinjaman (leverage).

Jika tujuan dibentuknya Danantara untuk fund raising mendanai proyek-proyek besar pemerintah, itu tidak mungkin.

Aset-aset Danantara tidak bisa dijadikan kolateral untuk pinjam uang yang akan digunakan untuk proyek-proyek pembangunan. Karena tidak bisa disekuritisasikan sehingga nantinya tidak akan ada lembaga atau instansi yang mau meminjamkan uangnya.

Maka superholding itu cuma bisa membenahi aset-asetnya lewat program efisiensi untuk mendongkrak setoran dividen kepada negara.

Aliran kas sampingan dari satu BUMN ke BUMN lain yang ada di dalamnya tentu bisa. Namun, itu sangat berbahaya jika tolok ukurnya tidak jelas.

Bahaya laten lainnya ialah jika mengambil kredit dari bank BUMN untuk mendanai proyek-proyek pemangku kekuasaan yang ujung-ujungnya bisa menyebabkan systemic risk seperti Krisis Moneter 1997-1998.

Danantara nanti tidak lebih dari sekadar payung saja buat BUMN-BUMN yang sebenarnya tidak ada perbedaan antara ada Danantara dan tidak. Tidak bisa dipakai sebagai jaminan untuk utang.

Kita semua tahu bahwa bank-bank itu net asset value-nya cuma 10 persen dari total asetnya, yaitu 85 persen dari Dana Pihak Ketiga dan 5 persen milik public as listed companies.

Pertamina dan PLN itu adalah PSO (Public Service Obligation), kewajibannya pelayanan untuk publik.

Pertanyaannya, adakah yang mau memberikan pinjaman uang ke PSO? Jika terjadi wanprestasi, maka yang terlibat memberikan pinjaman tidak dapat menjual aset atau mengubah model bisnis tersebut.

Sehingga sulit untuk menjadi mesin utang. Karena asetnya tidak bisa disekuritisasi.

Jika tujuan konsep tersebut ingin membentuk superholding untuk hutang, itu kurang tepat. Nanti semua BUMN yang ada di Danantara tetap akan melakukan bisnis seperti biasa, layaknya tanpa ada Danantara.

Sebaiknya Danantara menjadi bengkel untuk BUMN-BUMN yang bukunya jelek. Bukan mengumpulkan perusahaan yang bagus-bagus untuk pinjam uang demi membangun ekonomi kita.

Hal lain yang berhubungan dengan ambruknya saham-saham bank jumbo, yakni investor merasa takut karena bank-bak yang dibawa ke Danantara ada bahaya systemic risk di dalamnya.

Danantara sebaiknya tidak membawa bank-bank himbara masuk kedalamnya karena bank bisa terjadi systemic risk dan itu sangat berbahaya untuk ekonomi kita.

BBRI, BMRI, BBNI, semua masih dibayangi Danantara, karena investor takut bank-bank itu nanti di bawah superholding akan diobok-obok. Sebab Danantara tidak akan bisa semena-mena dengan bank yang menjadi sumber systemic risk.

Mimpi Danantara menjadi Temasek

Temasek adalah perusahaan holding yang berfokus pada investasi global yang dimiliki oleh pemerintah Singapura.

Temasek didirikan pada 1974 untuk mengelola aset dan investasi secara komersial. Hingga saat ini Temasek sudah berumur 51 Tahun. Wajar jika Temasek menjadi perusahaan holding yang sangat besar dan berhasil.

Di samping itu, Singapura adalah negara yang konsisten dan komitmen menjadikan negaranya maju.

Temasek lahir dari eksperimen pemimpin Singapura Lee Kuan Yew untuk mengelola aset pemerintah yang saat itu berbentuk badan usaha di bawah Kementerian Keuangan Singapura.

Sedangkan Indonesia dalam membuat kebijakan hanya sepanjang presiden menjabat. Ketika ganti presiden, maka tidak jarang kebijakan juga berubah.

Selain itu, ada potensi pengaruh politik dalam pengelolaan dana, proses integrasi, dan dampaknya terhadap arah strategis BUMN, yang bisa memengaruhi kepercayaan investor terhadap perusahaan-perusahaan dalam portofolio.

Sangat mengkhawatirkan, superholding ini nanti ujung-ujungnyanya bisa jadi milik asing, Singapura atau China.

Seharusnya Indonesia segera membentuk Green Fund, menjalankan uang investor untuk menjadi game changer dan mesin ekonomi baru yang kita butuhkan untuk pertumbuhan yang lebih tinggi dan berkelanjutan serta pengentasan kemiskinan.

Tag:  #runtuhnya #ihsg #setelah #danantara #diresmikan

KOMENTAR