Aturan Baru Elpiji 3 Kg: Pengecer Diubah Jadi Subpangkalan, Pembelian Harus dengan KTP
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia (angkat tangan) saat ditemui di pangkalan elpiji di Kemanggisan, Palmerah, Jakarta Barat, Selasa (4/2/2025).(KOMPAS.com/NIRMALA MAULANA A )
08:40
5 Februari 2025

Aturan Baru Elpiji 3 Kg: Pengecer Diubah Jadi Subpangkalan, Pembelian Harus dengan KTP

- Kebijakan penataan distribusi elpiji 3 kilogram (kg) telah menimbulkan polemik. Sebab, masyarakat menjadi kesulitan untuk menemukan elpiji subsidi tersebut di lokasi terdekat.

Pemerintah melalui Kementerian ESDM sempat menerapkan aturan pengecer alias warung kelontong tak boleh lagi menjual elpiji 3 kg mulai 1 Februari 2025. Pembelian hanya bisa dilakukan di pangkalan resmi Pertamina.

Kendati begitu, sebaran pangkalan tidak sebanyak pengecer. Alhasil, warga harus mencari elpiji subsidi ke pangkalan-pangkalan yang mampu dijangkau, bahkan seringkali jauh dari tempat tinggal, serta menimbulkan antrean yang panjang di pangkalan.

Menimbang kondisi di lapangan, pemerintah pun memutuskan mencabut kebijakan larangan pengecer menjual elpiji 3 kg per 4 Februari 2025. Hal ini berdasarkan perintah langsung Presiden Prabowo Subianto.

"Sekarang kita ubah aturannya, atas perintah Pak Presiden, saya baru ditelepon tadi pagi dan malam. Kami diarahkan, pertama memastikan elpiji ini harus tepat sasaran dan subsidi tepat sasaran, harganya harus terjangkau," kata Bahlil di pangkalan di Kemanggisan, Palmerah, Jakarta Barat, Selasa (4/2/2025).

 

Dengan demikian, pengecer bisa menjual kembali elpiji 3 kg ke konsumen. Hanya saja, warga yang ingin membeli elpiji tabung melon tersebut ke pengecer harus membawa KTP.

Jika sebelumnya kebijakan membawa KTP hanya berlaku untuk pembelian di pangkalan, kini berlaku juga di tingkat pengecer. Sebab, pengecer ini nanti diubah statusnya oleh pemerintah menjadi subpangkalan Pertamina.

"Harus, karena kalau tidak pakai KTP gimana kita bisa tahu. Jangan sampai satu orang tanpa KTP, dia bisa beli 20 tabung," tegas Bahlil.

Menurut data Pertamina, saat ini tercatat ada 375.000 pengecer yang sudah terdaftar dalam sistem Merchant Applications Pertamina (MAP). Para pengecer ini akan secara otomatis berubah status menjadi subpangkalan.

Para pengecer yang berstatus sub pangkalan itu akan dibekali digitalisasi. Tujuannya, agar transaksi yang terjadi di subpangkalan tetap termonitor pemerintah dan Pertamina.

"Mereka (subpangkalan) ini akan kami fasilitasi dengan IT, supaya siapa yang beli, berapa jumlahnya, berapa harganya, itu betul-betul terkontrol," kata dia.

 

Mantan Menteri Investasi itu memastikan, proses pengalihan pengecer menjadi subpangkalan, termasuk digitalisasinya, akan dilakukan secara bertahap dan tidak dipungut biaya, alias gratis.

Bahlil menyebut Pertamina akan mengembangkan aplikasi yang akan digunakan oleh subpangkalan untuk memantau harga elpiji yang dijual.

"Proses mereka menjadi subpangkalan tidak dikenakan biaya apapun, bahkan kami akan proaktif mendaftarkan mereka menjadi bagian formal agar mereka bisa menjadi UMKM," ungkapnya.

Pada kesempatan berbeda, Bahlil sempat menyebut bahwa kebijakan penataan distribusi ini sejatinya untuk memstikan penyaluran elpiji subsidi yang tepat sasaran, sebab selama ini banyak terjadi penyalahgunaan. Masyarakat yang berhak justru tak bisa sepenuhnya menikmati subisdi elpiji.

 

Ia menjelaskan, selama ini tahapan distribusi elpiji subsidi dilakukan dari Pertamina ke agen, lalu ke pangkalan, dan barulah ke pengecer.

Namun berdasarkan laporan yang diterimanya, justru terjadi permainan harga di tingkat pengecer. Alhasil, masyarakat membeli elpiji 3 kg dengan harga yang lebih mahal dari yang ditetapkan pemerintah.

Dia juga mengaku menerima laporan bahwa penyaluran elpiji subsidi tidak sepenuhnya tepat sasaran. Malahan, adalah kelompok tertentu yang membeli elpiji 3 kg dalam jumlah tidak wajar untuk memainkan harga.

"Ya mohon maaf, tidak bermaksud curiga nih. Ada satu kelompok orang yang membeli elpiji 3 kg dengan jumlah yang tidak wajar. Ini untuk apa? Harganya naik. Sudah volumenya tidak wajar, harganya pun dimainkan," ujar Bahlil dalam konferensi pers di Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (3/2/2025).

Pada saat meninjau pangkalan elpiji di Kemanggisan, Palmerah, Jakarta Barat, Bahlil mengatakan, harga elpiji 3 kilogram yang seharusnya dibayar konsumen maksimal adalah Rp 19.000 per tabung. Sebab, harga elpiji 3 kg dari agen ke pangkalan berkisar Rp 16.000 per tabung.

"Sampai ke pengecer harusnya Rp 19.000 maksimal, (atau) Rp 18.000. Tapi kalau Rp 26.000 berarti kan ada yang keliru," kata dia.

 

Ia bilang, pemerintah telah menggelontorkan dana subsidi elpiji yang besar mencapai Rp 87 triliun. Maka dari itu, jika harga jual ke elpiji subsidi ke masyarakat justru jauh di atas Rp 19.000, yang seharusnya menjadi harga termahal, maka subsidi menjadi tidak tepat sasaran.

"Artinya, kalau Rp 25.000 kan berarti subsidi kita berpotensi besar tidak tepat sasaran, lalu kemudian kita tata agar belinya di pangkalan," sebut dia.

Oleh sebab itu, dengan kebijakan penataan distribusi elpiji subsidi yang baru ini, di mana pengecer akan dijadikan subpangkalan, diyakini akan mempermudah pemerintah untuk mengontrol harga elpiji 3 kg yang akan dibayarkan konsumen, termasuk pula data pembelunya.

"Supaya niat dari oknum yang tidak sesuai dengan arah tujuan daripada subsidi ini tidak lagi terjadi," kata Bahlil.

Editor: Yohana Artha Uly

Tag:  #aturan #baru #elpiji #pengecer #diubah #jadi #subpangkalan #pembelian #harus #dengan

KOMENTAR