Aturan Baru OJK, Perusahaan Asuransi dengan Ekuitas Kecil Bisa Masuk KUPA
Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Togar Pasaribu. (Agas Putra Hartanto/Jawa Pos)
01:00
5 Februari 2025

Aturan Baru OJK, Perusahaan Asuransi dengan Ekuitas Kecil Bisa Masuk KUPA

–Industri asuransi jiwa sedang dalam periode transisi. Menyesuaikan dengan berbagai aturan yang diterbitkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Memastikan perusahaan-perusahaan asuransi memiliki fondasi yang kuat dalam pengelolaan risiko dan kapasitas finansial.

Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Togar Pasaribu menyatakan, roadmap yang diterapkan asosiasi tidak jauh berbeda dengan OJK. Terutama terkait ekuitas minimum yang harus dipenuhi perusahaan asuransi. Terbaru, regulator memperkuat regulasi dengan menerbitkan lima Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) baru untuk mendorong transformasi sektor perasuransian, penjaminan, dan dana pensiun (PPDP).

Salah satunya, POJK 38/2024 yang mengatur aspek kelembagaan, efektivitas pelaksanaan pembubaran, likuidasi, dan kepailitan perusahaan perasuransian. Sejalan dengan praktik pelaksanaan likuidasi saat ini yang dinilai berjalan kurang efektif untuk menyelesaikan masalah. Bagi perusahaan yang belum mencapai target ekuitas, OJK menyediakan alternatif solusi, termasuk pembentukan Kelompok Usaha Perusahaan Asuransi (KUPA).

Menurut Togar, kebijakan tersebut dianggap baik. Memberikan alternatif bagi perusahaan asuransi yang tidak dapat memenuhi kriteria permodalan tanpa harus menutup perusahaan. Hal ini penting untuk melindungi kepentingan pemegang polis yang akan dirugikan jika perusahaan asuransi langsung ditutup.

”Kebijakan OJK terkait ini sebetulnya juga baik. Karena tidak mungkin perusahaan asuransi itu langsung ditutup. Bagaimana nanti pemegang polisnya? Ributlah (kalau ditutup),” ungkap Togar Pasaribu saat ditemui Jawa Pos usai PPDP Regulatory Dissemination Day 2025 di Grand Ballroom Kempinski, Senin (3/2).

Memasuki 2025, tercatat 103 korporasi dari 146 perusahaan asuransi telah sesuai POJK 23/2023. Pada tahap pertama, setiap perusahaan perasuransian masing-masing wajib memiliki ekuitas minimum sebesar Rp 250 miliar, Rp 100 miliar, Rp 500 miliar, dan Rp 200 miliar. Tahap kedua, perusahaan asuransi dan reasuransi konvensional maupun syariah akan dibagi dalam dua kelompok perusahaan perasuransian berdasarkan ekuitas (KPPE) 1 dan 2.

Dia menjelaskan, saat ini industri asuransi jiwa sedang dalam periode transisi. Termasuk penerapan pernyataan standar akuntansi keuangan (PSAK) 117 yang mengatur pencatatan dan pelaporan kontrak asuransi. Khususnya, produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi (PAYDI) alias unit link. Melakukan sosialisasi aturan baru itu tidak mudah. Butuh waktu. Setahun saja kayaknya tidak cukup.

”Sehingga kalau sekarang pertumbuhan asuransi jiwa hanya 2 sampai 4 persen bisa dibilang hal yang biasa. Karena ini proses transisi,” ucap Togar.

Perubahan aturan akan mempengaruhi agen dan pemasaran. Dia juga melihat perusahaan anggota AAJI sudah mulai banyak menjual unit link.

”Kami berharap, meskipun masa transisi ini, di 2025 dengan penerapan PSAK 117, dari sisi revenue menurut saya sih akan ada peningkatan,” imbuh Togar Pasaribu.

Dalam urusan bisnis, lanjut dia, AAJI tidak ikut campur dalam setiap perusahaan anggotanya. Dengan memberikan kepastian dan perlindungan bagi pemegang polis, industri asuransi jiwa diharapkan bisa kembali pulih. ”Biarkan setiap perusahaan berkreasi,” celetuknya ucap Togar Pasaribu.

Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian Penjaminan dan Dana Pensiun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Ogi Prastomiyono menegaskan, Indonesia memiliki standar yang kuat dalam industri perasuransian yang sesuai dengan standar internasional. Mencakup berbagai aspek penting, seperti tata kelola, kompetensi, manajemen risiko, dan permodalan. Sehingga dapat memastika perusahaan-perusahaan asuransi memiliki pondasi yang kokoh dalam pengelolaan risiko dan penguatan kapasitas finansial.

”Jadi kita harus menyeimbangkan antara keperluan strategi jangka panjang dengan jangka pendek. Tentunya kita harus melakukan upaya-upaya perbaikan di jangka pendeknya, termasuk juga terkait dengan pengembangan sumber daya manusia (SDM),” terang Ogi Prastomiyono.

Dalam POJK terbaru perusahaan perasuransian diwajibkan untuk mengalokasikan 3,5 persen dari biaya operasional tahun sebelumnya untuk pengembangan kompetensi SDM. Ketentuan tersebut merupakan hal yang wajar dan sudah disosialisasikan kepada industri.

”Ketentuan ini tidak baru. Sebelumnya, bahkan ada ketentuan sebesar 5 persen saat masa Covid-19, tapi pada saat itu kurang ada penegakan yang jelas mengenai kompetensi apa yang perlu dikuasai. Dengan POJK ini lebih jelas mana sertifikasi yang dibutuhkan untuk industri perasuransian, mana kompetensi yang akan mendorong perenguatan industri perasuransian,” jelas Ogi.

Dia juga menyoroti pentingnya peningkatan ekuitas bagi perusahaan perasuransian. Kapasitas coverage maupun buffer risiko pertanggungan dengan modal yang terbatas dapat membahayakan kesehatan industri secara keseluruhan. Oleh karena itu, OJK telah menetapkan regulasi untuk meningkatkan ekuitas perusahaan asuransi secara bertahap. Dengan target ekuitas yang harus dipenuhi pada 2026 dan 2028.

Bagi perusahaan yang belum mencapai target ekuitas, OJK telah menyediakan alternatif solusi. Salah satunya pembentukan KUPA dengan skema berafiliasi dengan perusahaan asuransi dengan modal yang sudah memenuhi syarat.

”Jadi tidak serta-merta itu harus ditutup atau sebagainya, tapi diberi kesempatan untuk alternatif-alternatif yang kami sediakan,” tandas Ogi.

Editor: Latu Ratri Mubyarsah

Tag:  #aturan #baru #perusahaan #asuransi #dengan #ekuitas #kecil #bisa #masuk #kupa

KOMENTAR