Peluang dan Ancaman BRICS terhadap Ekspor Indonesia
INDONESIA resmi bergabung dengan BRICS, kelompok ekonomi yang terdiri dari Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan.
Keanggotaan ini membawa berbagai peluang bagi ekspor Indonesia, tetapi juga menimbulkan sejumlah ancaman yang harus dikelola dengan bijak.
Dengan memanfaatkan keunggulan BRICS secara strategis, Indonesia dapat meningkatkan daya saing ekspornya di pasar global.
Namun, tanpa kebijakan yang tepat, ekspor Indonesia berisiko terganggu oleh berbagai tantangan baru.
Masuknya Indonesia ke dalam BRICS membuka akses ke pasar yang lebih luas. Negara-negara BRICS memiliki populasi besar dengan permintaan yang terus meningkat terhadap komoditas dan produk manufaktur.
Hal ini menjadi peluang bagi Indonesia untuk mengekspor produk unggulannya, seperti kelapa sawit, batu bara, karet, kopi, dan perikanan.
Selain itu, BRICS menawarkan potensi pendanaan melalui New Development Bank (NDB) yang dapat digunakan untuk memperbaiki infrastruktur ekspor, seperti pelabuhan dan jalur logistik.
Dengan infrastruktur yang lebih baik, biaya pengiriman bisa ditekan, sehingga meningkatkan daya saing produk ekspor Indonesia.
Keanggotaan BRICS juga memungkinkan Indonesia untuk mengurangi ketergantungan pada dollar AS dalam transaksi perdagangan.
Beberapa negara BRICS telah mulai menerapkan transaksi dengan mata uang lokal, yang dapat membantu mengurangi risiko volatilitas nilai tukar dan menekan biaya konversi mata uang bagi eksportir Indonesia.
Meski memiliki banyak keuntungan, ada sejumlah ancaman yang harus diwaspadai. Defisit perdagangan dengan negara-negara BRICS bisa semakin membesar jika ekspor Indonesia ke mereka tidak sebanding dengan impor yang masuk.
Saat ini, Indonesia masih lebih banyak mengimpor dari China dan India dibandingkan mengekspor ke mereka, sehingga risiko ketimpangan perdagangan harus dikelola dengan baik.
Selain itu, Indonesia berisiko menjadi pasar bagi produk murah dari negara-negara BRICS. Jika tidak diantisipasi dengan kebijakan tepat, seperti produk manufaktur dari China yang membanjiri pasar domestik dan dapat melemahkan daya saing industri lokal.
Tantangan lainnya datang dari aspek geopolitik. Hubungan dagang dengan Amerika Serikat dan Uni Eropa bisa terdampak, terutama jika Indonesia dianggap terlalu condong ke BRICS.
Hal ini dapat berujung pada hambatan dagang, seperti tarif tambahan atau pembatasan impor produk Indonesia di pasar barat.
Meskipun ada peluang untuk menggunakan mata uang lokal dalam transaksi perdagangan dengan BRICS, stabilitas mata uang negara-negara BRICS masih dipertanyakan.
Risiko volatilitas nilai tukar bisa berdampak pada kepastian harga dalam perdagangan internasional, yang dapat merugikan eksportir.
Untuk memaksimalkan manfaat keanggotaan BRICS dan mengurangi risikonya, pemerintah perlu mengambil langkah-langkah strategis.
Pemerintah sebaiknya meningkatkan diversifikasi pasar ekspor dengan memanfaatkan BRICS untuk meningkatkan ekspor ke negara-negara anggotanya, tetapi tetap menjaga pasar lain agar ekspor tidak bergantung pada BRICS saja.
Indonesia perlu memperluas promosi dagang ke Brasil dan Rusia yang saat ini belum menjadi tujuan utama ekspor Indonesia.
Hal yang tidak kalah pentingnya bagi Indonesia adalah melindungi industri domestik dari produk murah.
Pemerintah memberikan insentif bagi industri dalam negeri agar bisa bersaing dengan produk impor dari negara BRICS.
Kemudian menerapkan kebijakan tarif atau hambatan non-tarif untuk melindungi sektor yang rentan terhadap persaingan tidak sehat.
Terkait ancaman geopolitik, Indonesia wajib menjaga hubungan seimbang dengan mitra dagang global. Memastikan hubungan dagang dengan Amerika Serikat dan Uni Eropa tetap kuat dengan menjalin perjanjian dagang yang menguntungkan.
Indonesia dapat menggunakan keanggotaan BRICS sebagai alat negosiasi agar memiliki posisi tawar yang lebih kuat dalam perjanjian perdagangan internasional.
Dalam menangkap peluang penggunaan mata uang lokal, Pemeritah perlu mempersiapkan infrastruktur keuangan untuk transaksi mata uang lokal.
Memastikan kesiapan sistem perbankan dan kebijakan keuangan yang mendukung penggunaan mata uang lokal dalam perdagangan dengan negara-negara BRICS.
Pemerintah juga dapat memanfaatkan pendanaan BRICS untuk infrastruktur ekspor. Peluang itu bisa berupa penggunaaan dana dari New Development Bank untuk meningkatkan kapasitas pelabuhan dan jalur logistik agar ekspor lebih efisien, dan mendorong digitalisasi perdagangan dan e-commerce untuk meningkatkan akses UMKM ke pasar BRICS.
Dari peluang dan ancaman itu, keanggotaan Indonesia dalam BRICS memberikan peluang besar bagi ekspor nasional, mulai dari akses pasar yang lebih luas hingga potensi pendanaan infrastruktur.
Berbagai ancaman harus diwaspadai, seperti ketidakseimbangan perdagangan, risiko geopolitik, dan masuknya produk murah yang bisa melemahkan industri domestik.
Dengan strategi yang tepat, Indonesia dapat memanfaatkan BRICS sebagai katalis pertumbuhan ekspor tanpa harus mengorbankan kepentingan nasional dan hubungan dagang dengan mitra global lainnya.