India Potong Pajak untuk Dorong Konsumsi dan Tabungan Kelas Menengah
-India memangkas tarif pajak penghasilan dalam anggaran tahunannya pada Sabtu (1/2/2025), sebagai upaya meningkatkan permintaan domestik di tengah ketidakpastian ekonomi global.
Langkah ini dilakukan saat ekonomi terbesar kelima di dunia itu menghadapi perlambatan pertumbuhan akibat lemahnya konsumsi di perkotaan dan minimnya investasi swasta.
Inflasi pangan yang tinggi juga mengurangi daya beli masyarakat.
Pemerintah menaikkan ambang batas penghasilan bebas pajak menjadi 1,28 juta rupee India (sekitar Rp235 juta) per tahun dari sebelumnya 700.000 rupee.
Selain itu, tarif pajak bagi mereka yang berpenghasilan di atas batas tersebut juga diturunkan.
"Struktur pajak yang baru akan mengurangi beban pajak kelas menengah, meningkatkan konsumsi rumah tangga, tabungan, dan investasi," kata Menteri Keuangan India Nirmala Sitharaman dalam sidang parlemen, seperti dilansir Reuters.
Kebijakan ini diperkirakan akan mengurangi pendapatan negara sekitar 1 triliun rupee India (sekitar Rp184 triliun) per tahun.
Pemerintah juga mengalokasikan anggaran untuk program kesejahteraan bagi masyarakat miskin, pemuda, petani, dan perempuan pada tahun fiskal 2025-2026.
Meningkatnya biaya hidup telah berdampak pada popularitas Perdana Menteri Narendra Modi.
Survei menunjukkan semakin banyak warga India pesimistis terhadap peningkatan kualitas hidup mereka.
Saat ini, pendapatan per kapita India sekitar 2.700 dolar AS (sekitar Rp42 juta), dengan sepertiga populasinya tergolong kelas menengah.
"Pemotongan pajak kemungkinan akan mendorong konsumsi dan tabungan kelas menengah yang selama ini tertekan inflasi dan pertumbuhan pendapatan yang stagnan," kata ekonom HDFC Bank, Sakshi Gupta.
Langkah ini memicu kenaikan harga saham sejumlah perusahaan konsumen, seperti Maruti Suzuki, Godrej Consumer Products, dan Prestige Estates, yang melonjak 4%-8%.
Untuk menutup potensi kehilangan pendapatan akibat kebijakan ini, pemerintah menaikkan anggaran belanja modal menjadi 11,21 triliun rupee India (sekitar Rp2.060 triliun) pada tahun fiskal 2025-2026, dari sebelumnya 10,18 triliun rupee.
Namun, peningkatan ini dinilai masih terlalu kecil, sehingga mengecewakan investor di sektor infrastruktur.
Saham perusahaan seperti Larsen & Toubro, NBCC, IRB Infra, dan KEC International turun 1%-6% setelah pengumuman anggaran.
Pemerintah menargetkan defisit fiskal sebesar 4,4% dari produk domestik bruto (PDB) pada 2025-2026, turun dari 4,8% pada tahun berjalan.
Untuk menutup defisit ini, pemerintah akan menerbitkan obligasi senilai 14,82 triliun rupee India (sekitar Rp2.726 triliun).
Meski demikian, pemerintah tidak secara eksplisit menyinggung dampak tarif potensial dari kebijakan perdagangan Presiden Amerika Serikat Donald Trump terhadap India.
Fokus utama Pemerintah India adalah menurunkan biaya produksi di sektor-sektor yang tengah berkembang, seperti elektronik dan energi terbarukan.
Dukungan untuk Sektor Pertanian, Manufaktur, dan Keuangan
Inflasi pangan yang tinggi selama setahun terakhir akibat perubahan cuaca menjadi perhatian utama.
Untuk meningkatkan produktivitas pertanian, pemerintah meluncurkan misi nasional guna mendorong tanaman dengan hasil tinggi, dengan fokus pada produksi kacang-kacangan dan kapas.
Batas kredit bersubsidi bagi petani juga dinaikkan dari 300.000 rupee menjadi 500.000 rupee India (sekitar Rp9,2 juta).
Selain itu, pemerintah akan menginisiasi program baru untuk mendukung industri manufaktur dan ekspor, meskipun detailnya belum dijelaskan.
India telah lama berupaya meningkatkan kontribusi sektor manufaktur dan ekspor dalam ekonominya, tapi hasilnya masih jauh dari target.
Saat ini, manufaktur menyumbang sekitar 17% dari PDB, masih di bawah target jangka panjang sebesar 25%.
Di sektor keuangan, pemerintah meningkatkan batas kepemilikan asing langsung di industri asuransi dari 74% menjadi 100% untuk memperdalam penetrasi asuransi dalam perekonomian.
Tag: #india #potong #pajak #untuk #dorong #konsumsi #tabungan #kelas #menengah